Kintamani tidak asing dalam database kosakata di pikiran aku, tapi menginjakkan kaki di sana baru terjadi di 2022. Tujuan utamaku sebenarnya adalah hiking ke Gunung Batur dan melihat Sunrise. Ada banyak sekali penginapan unik di wilayah Kintamani, Bali. Saking banyaknya, aku dari Kuta nggak pesan dulu kamarnya. Nah, kok bisa ketemu Homestay Samsara yang Bali banget dan terasa di rumah sendiri? Jadi gini ceritanya…
Perjalanan Kuta - Desa Songan, Kintamani
Minggu siang di Kuta yang berkeringat disudahi dengan persiapan menuju wilayah Bali bagian utara tepatnya Kintamani. Kalau dari google maps, perjalanan dengan mobil dapat ditempuh dalam waktu 1,5 jam untuk 85 km. Tidak ada kemacetan, namun yang patut diwaspadai adalah kondisi jalan berkabut dan berkelok-kelok.Ada dua jalur yang dapat kita pilih, yaitu via Sanur atau Ubud. Ketika berangkat, aku start jam 4 sore melalui Bali timur yaitu Sanur. Jalanannya sepi banget, bahkan harus masuk beberapa kali jalanan yang sepertinya jalan desa. Makin gelap, makin bahaya karena kabut dan gerimis mulai turun. Aku sempat berhenti di Alfamart Bangli untuk beli kopi, saking ngantuknya jalanan monoton. Ketemu lagi dengan ‘peradaban’ yang banyak terdapat coffee shop maupun bule hanya ketika masuk wilayah Kintamani.
Ketika pulang, aku memilih jalur barat yaitu via Kintamani - Tapak siring - Ubud. Nah ternyata jalurnya enakan sini, karena ramai dan luas. Kiri-kanan juga banyak pertokoan, penginapan, pom bensin, kalau ada apa-apa sepertinya lebih mudah hehehe.
Untuk jarak tempuh sama saja, tapi kalau via Ubud kemungkinan bakal sering berhenti untuk foto dulu karena lewat sawah-sawah Bali yang ada pohon kelapanya. Sayang dilewatkan.
Ketika pulang, aku memilih jalur barat yaitu via Kintamani - Tapak siring - Ubud. Nah ternyata jalurnya enakan sini, karena ramai dan luas. Kiri-kanan juga banyak pertokoan, penginapan, pom bensin, kalau ada apa-apa sepertinya lebih mudah hehehe.
Untuk jarak tempuh sama saja, tapi kalau via Ubud kemungkinan bakal sering berhenti untuk foto dulu karena lewat sawah-sawah Bali yang ada pohon kelapanya. Sayang dilewatkan.
Samsara Homestay BALI BANGET!
Hari sudah gelap, kalau terang pasti aku bakal nyadar kalau sebelah kanan mobil ternyata danau Batur yang luas banget. Sebenarnya ketika dari Kuta, maps aku tunjukin ke “black lava” penginapan di Desa Songan juga tapi lebih dekat ke Gunung Batur.
Karena sudah agak masuk angin, aku berhenti di parkiran dekat Toya Devaska. Di sana banyak jeep dan warung yang ternyata starting point untuk naik ke gunung batur. Jam 8 malam WITA, aroma Mujair Nyat Nyat atau bumbu Bali menyeruak dari warung Dewi Asih. Namun yang kulakukan cuma pesan teh panas sambil numpang ngecas hape.
Karena sudah agak masuk angin, aku berhenti di parkiran dekat Toya Devaska. Di sana banyak jeep dan warung yang ternyata starting point untuk naik ke gunung batur. Jam 8 malam WITA, aroma Mujair Nyat Nyat atau bumbu Bali menyeruak dari warung Dewi Asih. Namun yang kulakukan cuma pesan teh panas sambil numpang ngecas hape.
Dari aplikasi di hpku Black lava menyisakan 1 kamar yang wujudnya berupa tenda, literally tenda. Aku coba search beberapa penginapan sekitaran warung yang harganya di bawah 200 ribu. Yang jutaan dan cute seperti Bobo Cabin misalnya, bagiku kurang worthed karena aku nginap cuma buat ngumpulin tenaga sebelum hiking. Akhirnya, aku kontak by whatsapp ke Samsara Homestay. Fast Response, dapat harga Rp.150.000 untuk 1 kamar malam itu. Aku nggak expect apa-apa, sudah sangat lelah.
3 km dari lapangan dekat Toya Devaska, Samsara Homestay mudah dikenali meski papan namanya kecil. Saya mengetuk pintu, keluarlah seorang wanita muda berpakaian Bali yang dengan sigap mengangkat koper kabin milikku. Kesan pertama, WOW BALI BANGET! Beberapa kali ke Bali, aku menginap di tempat yang biasa saja dari sisi desain. Ya, layaknya hotel atau penginapan lain di pulau Jawa.
3 km dari lapangan dekat Toya Devaska, Samsara Homestay mudah dikenali meski papan namanya kecil. Saya mengetuk pintu, keluarlah seorang wanita muda berpakaian Bali yang dengan sigap mengangkat koper kabin milikku. Kesan pertama, WOW BALI BANGET! Beberapa kali ke Bali, aku menginap di tempat yang biasa saja dari sisi desain. Ya, layaknya hotel atau penginapan lain di pulau Jawa.
Samsara Homestay terdiri dari beberapa kamar yang menghadap taman. Seperti kos-kosan kali ya, tapi desain exterior dan interiornya seperti imajinasi rumah-rumah orang pedesaan di Bali di film-film. Kalau nggak terlalu capek, aku pasti bikin video room tour deh.
Fasilitas Samsara Homestay
Kamar seharga 150.000 rupiah ku cukup luas, muat 2 orang kasurnya. Bersih, selimutnya tebal. Ini penting karena Kintamani dingin sekali. Kamar mandinya juga bersih, ada handuk dan sabun. ADA WATER HEATER, ini juga penting. Lelahku langsung musnah dengan mandi air hangat. Apalagi ketika tuan rumah mengetuk pintu kayu dan membawakan kopi Bali dan snack. Samsara homestay juga menyediakan kamar dengan ukuran lebih lebar serta memiliki teras. Ketika itu, kamar tersebut sudah terisi.
Setelah mandi, aku membuka laptop untuk drafting beberapa email yang harus dikirim keesokan harinya. Ternyata sinyal aman di sana, kalau mau hemat paket data bisa pakai wifi homestay juga kok.
Kamar mandi bersih dan ada air hangat |
Kurungan lampu, bukan ayam atau burung. Estetik ala Bali |
Ibu yang menjaga homestay baik dan ramah sekali, aku berpesan bahwa nanti di jam 3 pagi harus bangun karena akan ke Gunung Batur. Saking baiknya, ini pertama kalinya aku nginap nggak dimintai kartu identitas bahkan nggak bayar di awal. Aku bayarnya keesokan harinya ketika check out.
Sarapan ala warga lokal (snack malam ngga kefoto sudah ngantuk) |
Kamar yang aku pesan ini tanpa breakfast, tapi di pagi harinya ketika aku pulang dari Gunung Batur disediakan kue tradisional. Karena malamnya sudah minum kopi, pagi itu aku minta teh hangat saja. Surprisingly itu teh jahe yang nikmat menyamankan perut. Kue berbungkus daun pisang itu terbuat dari campuran tepung, santan, dan jagung manis. Lembut dan mengenyangkan. Sedangkan yang berbungkus janur kuning itu semacam lepet kalau di Jawa. campuran ketan dengan kelapa, tapi ini kok enak sekali. Kelapanya masih muda kayaknya, karena harum dan manis. Karena kenyang, lepet kubawa sampai ku makan besok harinya di kantor.
Cerita Mati Lampu Ngagetin (Bonus)
Wilayah desa Songan ini kalau malam sepi banget, ya namanya juga desa kan? Di atas jam 10 malam, yang terdengar adalah suara binatang-binatang terutama lolongan anjing. Scene horor banget. Karena aku sadar diri jam 3 harus bangun untuk hiking, aku langsung tidur sebelum jam 12 malam.
Yang mengagetkan dan membuatku teringat scene Pengabdi Setan 2 adalah…lampu mati. Oke, mungkin sekringnya turun karena lampu tetangga penginapan dan jalanan masih hidup. Aku coba mengetuk pintu penjaga homestay, beberapa kali. Ibunya juga kaget, kok bisa mati sebagian. Jadi, yang mati lampu cuma area penginapan. Rumah utama menyala. Kalau di film horor, sudahlah fix bentar lagi hantunya keluar ahhahaha, mana jamnya 23.45 pula…backsound lolongan anjing.
Kami coba investigasi ke arah sekring, nggak jegleg. Malam itu tamu cuma terisis 2 kamar yaitu kamar besar dan kamarku. Sempat kami cek pula ke arah kabel-kabel di kola, tapi mati juga. Karena stuck, yasudah si ibu bawain saya lilin. KURANG HOROR APA, malam-malam di kamar yang banyak lukisan dan patung pakai lilin.
Yang mengagetkan dan membuatku teringat scene Pengabdi Setan 2 adalah…lampu mati. Oke, mungkin sekringnya turun karena lampu tetangga penginapan dan jalanan masih hidup. Aku coba mengetuk pintu penjaga homestay, beberapa kali. Ibunya juga kaget, kok bisa mati sebagian. Jadi, yang mati lampu cuma area penginapan. Rumah utama menyala. Kalau di film horor, sudahlah fix bentar lagi hantunya keluar ahhahaha, mana jamnya 23.45 pula…backsound lolongan anjing.
Kami coba investigasi ke arah sekring, nggak jegleg. Malam itu tamu cuma terisis 2 kamar yaitu kamar besar dan kamarku. Sempat kami cek pula ke arah kabel-kabel di kola, tapi mati juga. Karena stuck, yasudah si ibu bawain saya lilin. KURANG HOROR APA, malam-malam di kamar yang banyak lukisan dan patung pakai lilin.
Okelah, masih ada waktu menuju jam 3 untuk tidur lagi. Tak lama kemudian, pintu kamar diketok lagi. Di depan kamar sudah ada ibu penjaga homestay, beliau meminta saya pindah kamar. Aku kira pindah ke rumah utama, ya nggak apa-apalah tidur depan tv juga ngemper. Ternyata aku dipindah ke kamar lain yang lebih luas. Mati lampu juga, dan malah lebih horor sebenarnya cuma dapat tampias lampu dari taman.
Karena sering nonton film thriller, aku cek kamar itu dengan saksama. Kamar mandi, aman nggak ada orang sembunyi haha. Di saat aku masih memantau situasi, kucing masuk ke balik tirai yang berada di belakang kasur. Loh, itu bukan tembok? ruang apa dong. Menurut ibu penjaga homestay, itu ruang bekas gudang. Perasaan makin campur aduk, tapi harus segera tidur kalau nggak mau telat dapetin sunrise.
Horden sebelah kanan menuju ruang lain |
Jam 3 pagi, alarm menyala. Aku bergegas bangun, membawa lilin ke kamarku yang asli lalu berkemas menuju starting point Gunung Batur di Pura Pasar Agung. Ketika kembali dari hking, alhamdulillah listrik sudah menyala. Ternyata bukan scene horor pemirsa, ini ulah kucing yang membuat petugas PLN juga kebingungan mencari titik masalah. Si kucing menerabas kabel yang sambungannya kurang baik sepertinya, lalu lampu mati.
Kesimpulan
Kalau aku ke Bali lagi, aku pengen nginep lagi di sini. Tujuanku bukan hiking, tapi mau mancing Mujair di Danau Batur. 4.5 dari 5 bintang untuk nuansa Bali, keramahan, pelayanan dari Samsara Homestay Desa Songan, Kintamani, Bangli, Bali.
Kalau mau kepo instagramnya bisa dicek: Instagram Samsara Homestay
Oke biar nggak nyasar, aku sertakan maps yah. Aku saranin kalau ke arah Desa Songan sebaiknya ketika hari terang. Pagi sampai sore, karena pemandanganya indaaaah banget.
Post Comment
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung.
Komentar berisi LINK HIDUP akan DIHAPUS.
^^ @Innnayah