Sebelumnya aku tidak terpikir kalau suatu hal bisa mempengaruhi budaya sebuah wilayah secara masif. Mulai dari bahasa, pembagian wilayah geografis, kuliner, hingga kesenian. Aku mempelajari per kopian saat sedang menyusun tugas akhir kuliah yang membahas teh, LOH KENAPA JADI KOPI? Karena ya nyerempet-nyerempet kesana ujung-ujungnya. Buku Kopi dalam kebudayaan Sunda merupakan teman asyik untuk ngopi. Kurasa, sudah selayaknya ada di setiap kedai kopi sih.
Identitas Buku
Judul: Kopi dalam kebudayaan Sunda
Penerbit: Layung
Pengarang: Atep Kurnia
Tahun: 2021
ISBN: 978-623-96521-4-2
Review
Bukunya tipis, ringan, enak dibawa-bawa. Foto yang berada di sampul sangat menggugah untuk calon pembaca membukanya. Font dan warna yang dipakai memberikan tone jadul yang memikat. Masuk ke bagian isi, penulis menuturkan dengan detail. Di beberapa bagian pembaca akan merasa buku ini lebih seperti kamus, bukan buku naratif. Ngantuk? bisa banget, tapi ngopilah hehehe.
Aku berharap ada buku ini versi lebih kaya ilustrasi berwarna. Mungkin dengan foto-foto penunjang atau infografis. Karena membaca buku yang meski tipis namun bisa menjadi referensi ilmiah seperti ini cukup menantang kalau kita tidak passionate pada topiknya.
Ada 10 hal yang kudapatkan dari buku ini, sudah kurangkum agar kamu punya gambaran sebelum total membacanya.
1. Tanaman kopi pertama kali hadir di pulau Jawa berasal dari Pantai Malabar, India, dan tiba di Batavia pada akhir abad ke-17. Tapi, saat itu belum dibudidayakan yah, hanya sebagai tanaman hias pegawai kumpeni. Pada 1706, bos VOC dapat kiriman kopi dari Jawa. Nah, akhirnya si J.van Hoorn selaku gubernur jenderal diberi perintah untuk membudidayakan kopi di Hindia Belanda.
2. Seiring kepentingan usaha kumpeni, dicanangkan Sistem Priangan (Preangerstelsel). Lambat laun, sistem ini berubah menjadi sistem tanam paksa.
3. Setiap orang yang mempunyai tanah diwajibkan menjadi somahan kopi. Seorang somah harus menanam kopi minimal 50 pohon dan maksimal 250 pohon. Tanaman itu harus dianggap seperti milik pribadi.
4. Sebelum preangerstelsel dihapuskan pada 1871 dan re-organisasi priangan dilakukan, kekuasaan para bupati di priangan sangat besar. Mereka seperti raja kecil yang tidak harus menghormati siapapun di atasnya (apalagi di bawahnya).
5. Kata kopi kekes lebih dahulu dikenal daripada kopi Luwak. Kopi kekes bahkan sudah ada sejak 1875. Kopi Luwak baru tren setelah dibahas di Oprah Winfrey Shiw pada 2003. Juga pada film The Bucket List yg menyebutkan: kopi luwak, it's the rarest beverage in the world.
6. Orang Priangan sudah suka ngopi 2x sehari sejak abad ke 18. Kebiasaan mereka adalah mengaduk kopi sebelum diminum.
7. Orang sunda memiliki kebiasaan menamai istilah abstrak dengan sifat-sifat kata benda yang ada di sekitarnya. Misalnya 'wungu kopi' untuk menunjukan ungu kopi.
8. Kopi juga hadir dalam ragam motif batik dari priangan seperti; motif kopi pecah, motif kopi kawung.
9. Sejak berkenalan dengan kopi pada abad ke-17 dan penerapan preangerstelsel pada abad ke 18, orang sunda yang sebelumnya memiliki sistem bertani secara berpindah-pindah dipaksa menetap dengan kewajiban menanam kopi.
10. Secara sadar atau tidak, istilah kopi merasuk dalam penamaan nama daerah untuk pemukiman. Misal; kebon kopi. (Kampungnya di kebun), sela kopi (kampung diantara 2 kebun), babakan kopi (kampung baru karena ada kebun kopi), bojong kopi (kampung menjorok ke sungai krn ada kopi).
Rekomendasi
Jika kamu memiliki ketertarikan mendalam tentang kopi, budaya Indonesia, maka buku ini harus dibaca. Kalau kamu sedang mencoba menjadi penikmat kopi, maka tak salah juga kamu coba baca sedikit demi sedikit dalam setiap sruputanmu.
Post Comment
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung.
Komentar berisi LINK HIDUP akan DIHAPUS.
^^ @Innnayah