Kerumunan pegawai
supermarket membawa plastik bening membuatku penasaran untuk mendekat. Beberapa
langkah dari sana aku tahu, episentrumnya adalah freezer walls. Kotak-kotak es
krim Viennetta berpindah ke plastik berisi es batu yang mereka bawa. Aku ikut
mengambil satu, karena penasaran saja. Fenomena es krim Viennetta yang langka
dan katanya dirindukan ini erat hubungannya dengan mentalitas orang Indonesia.
Memori masa kecil sebagai branding
Aku tidak mengenal
Viennetta sebelumnya, hingga orang-orang membicarakannya di sosial media twtter
dan instagram. Katanya ini adalah es krim yang jaman dulu belum sempat
dinikmati skaing mahalnya. Ada pula yang bilang ini es krim masa lalu milik
orang kaya. Sempat menghilang bertahun-tahun kini kembali.
Oh jadi begitu. Walls
mengemas branding Viennetta sebagai memori masa kecil bagi banyak orang. Tentu tak
termasuk untuk aku, yang ketika kecil kenalnya es krim gerobakan. Bisa makan es
krim kul-kul biru aja udah mewah banget. Apalagi paddle pop, Connelo, dan es
krim premium lain. Bahkan iklan es krim Viennetta saja aku tidak tahu.
Beberapa bulan sebelum
es krim ini beneran beredar, ramenya sudah menuhin timeline. Sebuah strategi
yang bagus. Jadi, product knowledgenya duluan disodorin biar orang penasaran. Dan
tanpa disadari, banyak banget orang yang ikutan memasarkan tanpa diminta pihak
brandnnya. Mungkin karen merasa related with the campaign.
Mentalitas Oportunis
Hampir bersamaan dengan
pandemi yang merebak di Indonesia, es krim Viennetta muncul. Mulai nyata aku
melihat teman-temanku memposting di sosial media. Namun sayangnya, di sinilah
mentalitas orang Indonesia diuji. Mental yang mana? Mental oprtunisnya.
Menurut KBBI, Oportunis
adalah paham yang semata-mata hendak
mengambil keuntungan untuk diri sendiri dari kesempatan yang ada tanpa
berpegang pada prinsip tertentu.
Setelah fenomena masker
medis dan hand sanitizer yang harganya naik berkali-kali lipat karena banyak
ditimbun, es krim Viennetta pun begitu. Sepertinya sudah menjadi mentalitas
orang Indonesia. Bukan hanya kebutuhan yang primer saja, bahkan urusan jajanan
pun jika permintaan sekiranya akan tinggi maka cepat-cepat diborong untuk
dijual lebih mahal.
Ya, permasalahannya
adalah dijual lebih mahal yang kelewatan, bukan hanya mengambil untung sekadar
ongkos capek ibaratnya. Inilah yang dalam tulisan ini aku sbeut sebagai mental
oportunis.
Kerap kali, orang
menganggap “ya,,inilah bisnis. Kalau you tahu pasar, you pasti akan cari barang
dengan demand tinggi. Dibeli. Lalu you ambil keuntungan sebanyak-banyaknya.”
Entahlah, aku merasa
ini bertentangan dengan hati nuraniku.atau hanya karena aku saja yang jiwa
bisnisnya masih cupu?
Penimbun bukan hanya
pedagang besar, namun juga orang-orang yang sebenarnya adalah konsumen. Sebut saja
pedagang dadakan, lewat jastip (jasa titip). Sempat ramai juga di instagram,
tentang oknum karyawan minimarket yang menyimpan es krim Viennetta di rak
bagian bawah freezer. Aku melihat sendiri, awalnya mengira memang displaynya
Viennetta di rak bawah terhalang es krim-es krim kecil lain. Hehe..aku terlalu
khusnudzon.
Review Es krim Viennetta
Lalu bagaimana sih rasanya es krim Viennetta yang fenomenal ini? Bagiku yang ketika masa kecil Cuma makan es krim gerobakan sih enak banget ya. Tapi kalua kamu sudah terbiasa makan es krim macam Baskin Robbin atau lainnya sih, bakal menganggap B aja. Tapi, aku juga mikir-mikir kalau harus sering beli es krim seharga 50ribu rupiah ini. Intinya sih, sekadar cukup tahu saja.
Aku gak tau banget ttg ice cream ini, tapi aku pengen coba hahahha :D
ReplyDeletemiris lihat orang dalam yang lakuin nyimpan2 kek gitu :(
iya penasaran yg bikin orang jd hunting2...ampe jastip eheh
DeleteBeline dimana sih sebenere es krim ini ?? katanye di Indomart adaa tapi udah muter-muter dari satu indomart ke indomart lainnya tetep gak ada. Aku juga penasaran dengan rasanya yang katanya legend ini
ReplyDeleteIni ketemu di kerfur transmart, tp wkt itu lihat juga di indomaret (depan rsud kraton dan jl. kh mas mansyur)
Delete