Aku suka fotografi, sangat suka. Bahkan,
aku punya prinsip begini “hal yang akan aku lakukan dalam keadaan sakit maupun
sehat, sedih maupun senang, adalah memotret” (tentunya di luar kewajiban
sebagai makhluk Tuhan dan makhluk hidup seperti ibadah dan makan). Nggak ada
yang instan. Aku mengenal kamera sejak SD lewat kamera pinjaman yang masih
memakai film. Belasan tahun kemudian, aku baru mengenal apa itu ISO, aperture,
dan beberapa hal teknis yang belum seberapa. Dan kemarin, aku belajar fotografi
langsung dari panutanku, om Arbain Rambey. Wow, aku nggak diajari soal
pengaturan kamera. Tapi lebih dalam lagi. Aku sekarang tahu foto yang bagus
menurut mata fotografer senior Arbain Rambey.
Hape itu kamera bukan?
Rasanya bahagia banget waktu
punya hape kamera di semester 2 kuliah. Waktu itu hape LG KG 200 yang punya resolusi
1.3 MP. Segala momen aku abadikan. Jaman prihatin seperti itu, nggak berani
bermimpi bisa pegang DSLR lah. Yang penting uang kiriman bulanan bisa buat
makan layak di warteg dan bayar fotokopian diktat kuliah.
Hape kamera pertamaku |
Sekarang aku pakai iphone 6s,
yang secara kemampuan kamera nggak kalah sama Fujifilm XA2 atau sony alpha
6000. Ya, untuk sekedar keperluan upload foto di Instagram atau blog cukup. Produsen
smartphone berlomba-lomba mengeluarkan fitur kamera yang super canggih. Sekarang
bukan kejar-kejaram resolusi lagi, tapi lagi musim dual kamera dan kemampuan
menciptakan foto bokeh.
Lalu dalam ranah dunia fotografi
sempat ramai tentang “hape itu kamera atau bukan?” Menurut om Arbain Rambey,
hape itu ya kamera juga. Kalau ada foto objek statis dicetak 4R diambil dari
hape dan dari mirrorless mungkin kita agak susah bedainnya.
Kelemahan kamera hape itu dalam
hal mengabadikan beda bergerak. Hape punya diafragma tapi tak punya rana. Bayangan
beda dan kondisi actual nyata tidak sama. Misalkan ada objek seorang wanita
yang melempar benda. Ketika difoto dengan kamera hape, yang nampak adalah benda
yang dilempar wanita tersebut sudah terlempar tapi pada bayangan benda tersebut
masih menempel di tangan si wanita.
Bidang rekam pada kamera hape
adalah garis bergerak, Sehingga hasil tidak real. Hape bisa melakukan apapun
kecuali objek bergerak. Jangan salah, Koran Kompas pernah menggunakan kamera
hape lho untuk fotonya. Hape bisa mode panorama, hal itu tidak bisa dilakukan
di DSLR dan mirrorless untuk saat ini.
Mutu sebuah gambar, jika dilihat
dari sisi kamera maka ditentukan oleh ukuran sensor, tahun pembuatan sensor,
dan firmware yang mengolah. Bukan dari jenisnya mirrorless, DSLR, hape, atau
drone.
Belajar foto
Aku lumayan sering ikut workshop
fotografi. Tapi kebanyakan membahas hal teknis. Nah kalau kemarin ini
pandanganku diperluas oleh om Arbain Rambey.
“Belajar foto adalah belajar cara pakai kamera dan memahami bahasa visual. Dalam foto yang bagus, ada 10% teknis, dan 90% pemahaman. Secara garis besar unsur foto itu ada 4 yaitu teknis, Posisi, Komposisi dan Moment. Mulailah dengan posisi, komposisi, moment. Fotografi adalah menemukan. Foto bagus ditentukan oleh mind bukan teknis.”
Rasanya kalimat di atas jleb
banget. Aku pernah ngalamin masa-masanya bebas berekspresi. Maksudnya, aku
nggak pedui settingan kamera. Nggak mikir dulu pakai lensa yang ini atau yang
itu. Lensaku cuma satu yaitu lensa bawaan. Sekalinya jalan ke sebuah tempat,
pasti bisa dapetin banyak banget foto layak upload. Jaman itu aku belum kenal
teori ini itu soal kamera. Aku pakai mode auto atau aperture priority. Kalau terlalu
terang atau gelap ya nanti diedit saja. Simple. Asik. Selow.
Ternyata hal ini dibenarkan oleh
om Arbain. Jangan merasa malu pakai mode auto. Kamera dibuatakan mode auto biar
kita mudah. Semakin bagus kameranya, mode auto nya makin akurat. . Tak ada
aturan yang mengatakan bahwa pemotretan usai di kamera. Editing bukan hal yang
tabu atau menjijikan.
Jenis kerja memotret
Jika dikelompokkan, objek foto
itu ada 4. Manusia, lanskap, benda mati, dan acara. Memotret manusia kuncinya
adalah kedekatan. Misalnya kita datang ke sebuah tempat kalau ujug-ujug
memotret barangkali hasilnya tak akan sebagus jika kita ngobrol dulu dengan
objeknya. Setidaknya menyapa.
Untuk fotografi lanskap, yang
harus diperhatikan adalah posisi dan timing. Pagi dan sore adalah waktu terbaik
untuk mengambil gambar. Editing tidak akan mampu menghasilkan gambar yang sama
antara foto di siang dengan pagi hari.
Pada saat memotret benda mati,
aspek pencahayaan sangat penting. Misalnya memotret makanan atau memotret
produk. Tidak akan menarik jika foto yang dihasilkan suram dan buram. Tiadak harus
cahaya alami, maka para fotografer produk biasanya memiliki studio dengan
lighting yang mumpuni.
Memotret pada event atau acara,
tentunya kita harus tahu susunan acaranya. Pikirkan juga kemungkinan yang akan
terjadi dapa setiap moment. Misalnya memotret untuk acara akad nikah. Susunan acara
akan memudahkan kita menentukan angle terbaik. Om Arbain menceritakan ketika
momen pelantikan Jokowi. Bagaimana tim fotografer sebuah media besar seperti
kompas bekerja. Sebelum memotret, sudah ada rencana matang. Ada yang bertugas
di dalam gedung DPR dengan segala angle. Ada yang di jalanan, di halte busway,
di jembatan layang. Tentunya setiap fotografer memiliki tupoksi masing-masing.
Jenis foto
Pernah tahu foto termahal di
dunia? Ini dia. Kami peserta workshop ditanya, mengapa foto ini jaid foto
termahal. Ahaha jangan sedih atau minder kalau kalian juga bingung. Ukuran foto
mahal itu nisbi, absurd, nggak ada gradenya.
Foto itu ada foto seni dan foto
guna. Kalau foto seni ya seperti foto termahal di atas. Kalau foto guna, itu
seperti foto dokumentasi dan foto informative. Foto-foto di blog aku ini
kebanyakan foto dokumentasi. Kadang juga foto informative untuk memperkuat
tulisan.
Beda human interest dan portrait
Human interest dan portrait
adalah tentang “apa”. Om Arbain Rambey cerita, suatu kali ada lomba foto dengan tema human
interest. Sebagian besar foto yang masuk adalah foto dengan objek orang miskin
berwarna hitam putih. Iya sih, aku akui sering melihat foto human interest tuh
kayak gitu.
Human interest itu yang penting
ada interaksi oleh manusia yang menjadi objek. Misalnya foto sinden ini yang
aku ambil saat pagelaran wayang wong. Kalau sinden sedang ngobrol dengan pemain
gamelan, dia masuk human interest. Kalau dia hanya menghadap ke aku sambil
senyum, mausknya portrait.
Apa sih foto street?
Street foto adalah tentang “dimana”.
Sering kita bingung “ini foto mausk kategori street apa human interest sih”.
kalau fotonya berada di permukaan bumi, itu namanya foto street. Kalau fotonya
dari udara, namanya foto aerial. Misalnya nih, foto sinden tadi. Kalau aku
motretnya dari permukaan bumi ya masuk kategori street. Kalau aku motretnya
dari drone, ya masuk kategori aerial.
Foto candid itu yang mana?
Candid adalah tentang “bagaimana”.
Foto human interest, street, dan candid, itu beda kategori. Dalam satu foto
bisa mencakut 3 kategori tersebut. Kembali ke contoh sinden wayang. Kalau si
mbak tak melihat aku memotretnya, namanya candid. Jadi dalam sebuah foto sinden
ini masuk kategori human interest, street, dan candid.
Foto unggul
Kesimpulannya, jangan berhenti
memotret. Jangan rusuh sama urusan teknis. Memotretlah dengan suka cita.
nice mb. jadi tau beda human interest ma portrait
ReplyDeletetulisannya inspiring banget. beberapa kali minder mau belajar fotografi dari kamera krn liat temen2 punya kamera yg lebih layak. padahal semuanya perlu belajar dr yg dasar ya
ReplyDeleteSaya juga suka fotografi, tapi masih minim ilmunya. jadi pengen ikut kelas/workshop fotografi, boleh minta infonya enggak?
ReplyDeletesering kepoin IG nya para fotografer misal om Rambey deh
DeleteJadi, itu foto termahal di dunia, karena apanya?
ReplyDeleteKomposisi? Atau apa ya?
foto seni itu penilaianya subjektif, terserah hati yang mau bayar
DeletePostingan yang bagus Mbak Nay. Makasih udah merangkum. Aku izin mengutip buat materi ekskul fotografi ya Mbak ^^
ReplyDeletemakasi Ikka, iya silakan
Deletenampaknya sudah siap sekali untuk jadi superblogger atau jurnalist
ReplyDeleteahaha amiin amiiin
DeleteOh pernah ikut pelatihannya ya, mbak pantas terlihat ngobrol di IGnya. Untuk fotojurnalistik beliau memang informatif. Mode auto bagi wartawan foto memang paling praktis...karena harus nangkep momen ya. Soal edit bukan hal tabu...kecuali kalau ikut lomba mungkin, misal sampai menambahkan atau menghilangkan satu unsur di foto bisa didiskualifikasi hehehe...
ReplyDeleteiya di beberapa lomba aturanya strict banget
Deletelangsung di bookmarked buat dipraktekin :)
ReplyDelete