Rasanya aku semakin bangga saja
dengan KTP Pekalonganku. Bulan Oktober lalu, hampir seluruhnya bercorak batik. Aku
semakin mengenal segala pojok Pekalongan dan makin cinta dengan batik. Selain event
Pekan batik Nusantara 2017 yang tahun ini lebih seru, aku juga sempat
berkunjung ke beberapa kampung batik di Pekalongan dan Solo. Takdir membenturkanku
dengan segala ‘tetek bengek’ pembatikan termasuk orang-orang yang benar-benar
peduli dan kecintaannya terhadap batik ngga bisa dipertanyakan lagi. Dari mereka,
ada beberapa point yang aku tangkap sih. Paling engga, kalian harus ngerti 3
hal ini deh kalau ngaku cinta batik.
Batik printing itu bukan batik
Sebelum bicara lebih jauh, aku
mau kamu paham dulu bahwa batik yang sekarang ada di dunia terdiri dari 3
jenis. Batik tulis, batik cap, dan batik printing. Sudah jelas ya kalau batik
tulis itu ya yang di’titik-titik’ pakai canting centimeter demi centimeter
kainnya. Mirip dengan batik tulis, ada yang namanya batik cap. Pada batik cap,
cantingnya berbentuk seperti stempel. Masih sama kok material yang ditempelkan
ke kain adalah lilin atau yang disebut malam. Nah, jenis batik yang ke-3 adalah
batik printing. Ini bukan batik ya, hanya kain bermotif batik saja.
Lalu bagaimana kita tahu itu
batik tulis, cap, atau printing? Secara kasat mata kalau belum terbiasa ya
bakal sulit. Langkah paling mudah adalah dengan bertanya ketika mau beli. Kalau
penjualnya bohong gimana? Atau kalau belinya di situs belanja online kan ngga bisa cek. Nih, aku
kasih video cara membedakan batik asli dan palsu ya.
Limbah batik bisa diolah terlebih dahulu
Mungkin banyak yang belum tahu
kalau pada proses pembuatan batik, ada limbah yang berpotensi mencemari
lingkungan. Lilin yang digunakan untuk menutupi sebagian kain pada akhirnya
akan ‘dilorod’ dan mengalir menjadi limbah cair. Belum lagi pewarna batik,
meksipun sebenarnya ada batik warna alam yang pewarnanya alami. Tapi, nggak
semua pakai kan ya batik warna alam ini. Ya biar semua orang sanggup beli batik
lah, karena jujur saja yang pakai pewarna alami itu mahal ehehhe.
Di Pekalongan, batik sering
dijadikan kambing hitam sebagai sumber pencemar sungai. Apalagi saat musim
penghujan tiba dan genangan air warna-warni menghiasi jalan-jalan. Sebenarnya,
limbah batik bisa diolah terlebih dahulu lho sebelum dialirkan ke sungai.
Aku sempat berkunjung ke kampung batik
Kauman di Pekalongan saat famtrip Pekan batik Nusantara. Meskipun kota batik
lagi panas banget siang itu, aku sih tetap antusias ya karena penasaran dan
mungkin juga Karena pakai kerudung instan 2017 hahha.
Di Kauman ada Instalasi
Pengolahan Air Limbah yang menjadikan kampung batik ini ‘mapan’ menurutku. Kalau
mau belanja batik sekaligus melihat proses pembuatan batiknya langsung, aku
saranin ke Kauman. Pembatik disini kecintaanya terhadap lingkungan sudah
terbukti, tinggal bagaimana semangat ini bisa menular ke semua orang. Nggak hanya
sesama pengarajin batik namun juga home industry jeans, palekat, tenun, dan
kawan-kawannya.
canting cap
Dulu, kalau bicara canting itu ya
alat mbatik yang ditiup itu. Padahal ada canting untuk batik cap yang terbuat
dari logam dengan detil sesuai motif batik. Di Pekalongan, bahkan ada yang
namanya kampung canting. Di kampung yang terletak di daerah Landungsari
tersebut kamu bisa menemukan para pengrajin canting cap yang sedang bekerja di
workshopnya.
Jangan salah, canting cap dari
Landungsari sudah menyebar ke seluruh nusantara lho. Kalau dilihat sekilas
kayaknya rumit banget ya cara pembuatannya. Begitulah, ada banyak proses dalam
pembatikan termasuk urusan bikin cantingnya yang harus dihargai. Sering-seringlah
beli batik asli, ya minimal setahun sekali buat event hari batik. Kalau para
cewe belanja di toko online batik wanita dan menemukan batik incaran dengan harga agak
mahal…ya mungkin itu batik cap. Meskipun batik cap ngga semahal batik tulis
sih.
Jadi…dari tiga hal di atas kamu
sudah tahu semua sebelum aku tulis ini? Wah…keren, layaklah ya disebut pecinta
batik.
aku taunya kl batik print bukan batik, hehe. Soal yg pengolahan limbah batik sebelum ke sungai kayaknya kl dijadiin semacem edukasi massal sama Pemerintah Pekalongan, keren juga ya Nay. Btw, jadi kpn pindah ke Pekalongan nih? wkwkwk
ReplyDeletepasrah kemana angin kan memvawaku pindah mba
DeleteTernyata landungsari ada dimana2,termasuk di pekalongan.
ReplyDeletesampe sekarang aku penasaran banget sama canting dan cara menggunakannya,klp lihat di tv kayaknya gampang tapi kenyataannya sulit banget kayaknya buat pemula
iya mba, jam terbang perlu banget
DeleteJadi pengen ikut kamu ke Pekalongan Sist, buat wisata batik. Poin 2 dan 3 aku beneran baru tau. Kalo poin 1 aku mah nekat pake batik print di hari kerja yang mengharuskan batik, soalnya eman2 kalau batik tulis sering2 dipake :p
ReplyDeleteayo Ni...Pekalongan itu deket lho, 4 jam doang dari jakarta
Deleteaku juga suka batik Tante
ReplyDeletegambarnya bagus bagus yaa