Buku The Geography Of Faith yang
punya judul asli Man Who Seeks God: my flirtation with the divine tidak cocok
untuk kamu yang sensitif terhadap perbedaan pandangan soal keyakinan. Bahkan sebaiknya
kamu tidak melanjutkan membaca review buku ini, khawatirnya malah jadi pengen
marah dan emosi kepada saya dan penulisnya. Saya memandang perbedaan sebagai
hal biasa, tidak perlu memaksa untuk menjadi sama. Yang memecah belah bukan
perbedaan, tapi pemaksaan kehendak untuk menyamakan. Dari buku karya Eric
Weiner ini saya belajar tentang berbagai keyakinan yang ada di dunia. Inilah yang
dibutuhkan untuk membangun sebuah pengertian dan toleransi. Memahami tentang
apa yang umat lain lakukan tanpa harus meyakininya.
Identitas Buku
Judul: The Geography Of Faith
Penulis: Eric Weiner
ISBN: 6024020406
Penerbit: Qanita
Tahun terbit: 2016
Jumlah halaman: 500
Genre: filsafat/ agama
Sinopsis (Back Cover)
“Sudahkah
kau menemukan Tuhanmu?”
Terpaku oleh pertanyaan seorang suster ketika dirinya terbaring lemah di rumah sakit membuat hari-hari Weiner penuh dengan kegelisahan. Ditambah lagi, Sonya, anak perempuannya yang berusia lima tahun, sudah mulai bertanya-tanya tentang Tuhan. Semua ini memaksa Weiner untuk segera melakukan pencarian Tuhannya.
Weiner bergerak dan terus bergerak. Ia berputar bersama para Sufi di Turki, lalu bermeditasi di Tibet bersama Dalai Lama. Bertolak ke Cina, Weiner melatih chi-nya bersama para Tao. Tak mau ketinggalan, ia turut bersenang-senang bersama para Raëlian di Las Vegas, dan, pada akhirnya, kembali merenungi jati dirinya sebagai seorang Yahudi di Yerusalem.
Buku ini mengajak pembaca berpikir: dari mana manusia berasal? Apa yang akan terjadi ketika kita sudah mati? Ketika pertanyaan-pertanyaan spiritual banyak muncul pada zaman modern ini, The Geography of Faith menyajikan perspektif tentang agama dengan gaya yang asyik, menghibur, dan menginspirasi.
Terpaku oleh pertanyaan seorang suster ketika dirinya terbaring lemah di rumah sakit membuat hari-hari Weiner penuh dengan kegelisahan. Ditambah lagi, Sonya, anak perempuannya yang berusia lima tahun, sudah mulai bertanya-tanya tentang Tuhan. Semua ini memaksa Weiner untuk segera melakukan pencarian Tuhannya.
Weiner bergerak dan terus bergerak. Ia berputar bersama para Sufi di Turki, lalu bermeditasi di Tibet bersama Dalai Lama. Bertolak ke Cina, Weiner melatih chi-nya bersama para Tao. Tak mau ketinggalan, ia turut bersenang-senang bersama para Raëlian di Las Vegas, dan, pada akhirnya, kembali merenungi jati dirinya sebagai seorang Yahudi di Yerusalem.
Buku ini mengajak pembaca berpikir: dari mana manusia berasal? Apa yang akan terjadi ketika kita sudah mati? Ketika pertanyaan-pertanyaan spiritual banyak muncul pada zaman modern ini, The Geography of Faith menyajikan perspektif tentang agama dengan gaya yang asyik, menghibur, dan menginspirasi.
Review
Secara tidak sengaja saya
menemukan buku ini di rak Gramedia sederet dengan buku-buku Cak Nun. Buku-buku
karya Eric Weiner lain seperti The Geography of Bliss dan The Geography of
Genius sudah saya baca. Menarik banget saat melihat judul the geography of faith,
Pencarian Tuhan di Tempat-Tempat Paling Religius di Dunia dari Tibet Sampai
Yerusalem. Eric Weiner menjelajah kemana-mana dengan riset mendalam untuk
menulis bukunya. Seperti di buku-buku sebelumnya, selalu ada pengetahuan baru
yang menarik di dalamnya. Bagaimana dengan pencarian tentang tuhan ini?
1| Sufisme
Eric pergi ke Turki, tepatnya ke
tempat dimana sufisme lahir. Mengunjungi makam Rumi dan bertemu dengan penganut
sufisme. Saya muslim, tapi baru tahu soal kedalaman sufi di buku ini.
setidaknya saya jadi tahu, bagaimana sudut pandang Islam dari luar. Inilah
beberapa kutipan di dalamnya.
Islam adalah agama perdamaian dan keindahan, atau perang dan intoleransi, tergantung siapa yang ditanya (hlm. 38)
Kalau kesedihan, kita bisa merasakannya, memprosesnya, dan melupakannya. Sedangkan depresi adalah kesedihan yang terhambat (hlm. 51)
Aku akan mati, itu fakta. Yang membuatku agak tenang, aku tidak tahu kapan persisnya atau bagaimana caranya (hlm. 54)
Aku punya masalah dengan berserah diri. Kedengarannya seperti mengalah, sangat dekat dnegan takluk. Bagiku, berserah diri adalah bentuk kegagalan (hlm. 64)
Terlihatlah seperti yang terjadi atau jadilah seperti yang terlihat (hlm. 71)
Sufisme menganggap Tuhan adalah
cinta. Saya pribadi masih jauh lah dari tingkatan sufi, kesenggol dikit saja
marah.
2| Budhisme
Selama ini saya melihat penganut
budha adalah orang-orang yang tenang. Mereka bisa mengendalikan emosi dan penuh
kaish sayang. Mengapa begitu ya? Eric belajar tentang meditasi dan pengendalian
benak. Berikut ini adalah beberapa hal yang menarik.
Tetap berada dalam tubuh, bukan untuk menilai, untuk memisahkan sensasi dari pengalaman.
Inilah yang penganut budhisme
lakukan saat menghadapi sesuatu di luar ekpektasi. Marah, sedih, kesal bisa mereka
redam dengan cara diam sejenak. Misalnya saat digigit nyamuk, ada jeda
sepersekian detik untuk kita berpikir apakah gigitan ini menimbulkan rasa gatal
yang menyebalkan atau hanya sensasi sedikit gatal.
Dengan menyadari kita semua satu tubuh, kita akan menolong tanpa berpikir lagi. Bahkan tanpa menganggapnya menolong.
Cinta tanpa kebijaksanaan tidaklah efektif dan sedikit banyak hanya mementingkan diri sendiri.
Selain belajar mengenai teknik
meditasi, Eric juga menceritakan pengalaman pencariannya soal budhisme.
3| Fransiskan
Saya masih asing dengan aliran
fransiskan. Oh ternyata ini bagian dari katolik, dimana penganutnya benar-benar
menjauhkan diri dari keduniawian. Ya, seperti sufisme kalau di agama Islam. Apa
di Indonesia ada? Bisa jadi. Eric mengunjungi sebuah rumah penampungan dimana
disana para pendetanya adalah Fransiskan. Inilah kutipan yang menurut saya
menarik di bagian ini.
Hidup sederhana bukanlah tidak punya apa-apa, tetapi tidak dikuasai oleh harta benda.
Katakanlah sesuatu Tuhan. Ucapkanlah terima kasih karena sesuatu. Mintalah ampunan untuk sesuatu. Mintalah sesuatu yang kau inginkan, mengingat Tuhan lebih tahu daripada dirimu apakah kau memerlukannya atau tidak.
Mereka tahu cara berbaur. Mereka tahu
cara menatap mata orang lain tanpa diam-diam menilai skor sosial mereka.
4| Raelisme
Asli saya terpana ketika membaca
bagian Raelisme ini. Ada tho agama yang secara khusus membahas Ufo? Mungkin
tanpa sadar kita sering meyakini juga soal alien dan Ufo, tapi ya nggak sampai
menuhankan. Tuhan mereka adalah elohim, dengan Rael sebagai rasul. Menurut Raelisme,
hal-hal penuh mukjizat yang ada di kitab suci seperti terbelahnya laut merah
dan bahtera nabi Nuh bisa dijelaskan dengan konsep sains. Masih ingat dengan
kisah nabi Musa yang membelah laut? Itu bisa terjadi dengan bantuan sinar
elektromagnet apalah gitu. Dan mengenai bahtera nabi Nuh, itu sebenarnya adalah
pesawat canggih.
Bagi saya yang suka sains
fiction, hal-hal tersebut masuk akal banget. Tapi apa iya perlu diyakini? Kembali
ke hati maisng-masing.
5| Taoisme
Saya pikir Taoisme itu sama
dengan Budhisme, eh ternyata beda...meski memang mirip. Taoisme selalu
diasosiasikan dengan Taichi, gerakan-gerakan untuk menenangkan jiwa. Eric
Weiner ke sebuah pegunungan di Cina untuk mempelajarinya langsung.
Seni menjadi bijaksana adalah seni mengetahui apa yang harus diabaikan.
Jika aku ingin semuanya cepat selesai, akan muncul pertanyaan meggelisahkan: untuk apa hidup kalau begitu?
Kita menghabiskan energi dengan ketidakpastian
6| Wicca
Penggemar Harry Potter harus baca
bagian ini, yeah. Wicca adalah agama soal sihir dan penyihir. Di luar negeri,
penyihir itu memang ada. Tapi dalam kehidupan sehari-hari ya mereka seperti
orang biasa. Yang sudah nonton Harry Potter pasti paham deh.
7| Syamanisme
Nggak banyak yang saya pahami
dari agama syamanisme. Konon ini adalah kepercayaan yang sudah lama banget ada
di bumi. Pengikut syamanisme percaya dengan banyak sekali dewa. Oiya, ketika
menuliskan ini saya sempat brwosing dan menemukan informais bahwa syamanisme
banyak dianut di Korea. Oiya, menurut Eric Weiner syamanisme tidak bisa disebut
sebagai agama sih. ini adalah ritual-ritual yang diajarkan turun temurun.
8| Kabalah
Jujur ya, selama ini kalau
mendengar kata ‘yahudi’ agak anu banget. Lewat penuturan Eric Weiner, saya jadi
lebih paham sih mengapa yahudi begini dan begitu. Kabalah adalah aliran dalam
yahudi yang masih memegang teguh kitabnya. Kabalah meyakini beberapa hal
seperti ini:
Ada banyak cara menerima. Kita bisa menerima sambil menggerutu, menghina, bahkan menerima dengan agresif. Atau menerima dengan cinta.
Dunia adalah proyek renovasi besar-besaran.
Buku Menarik
Overall, saya menikmati saat
membaca buku ini. Bayangkan saja, bacaan berat 500 halaman lho. Bukannya jadi
goyah iman, saya merasa malah jadi lebih ingat Tuhan. Seperti niat di awal,
mengetahui lebih banyak soal keyakinan agama lain agar bisa lebih toleran.
Rate
4 dari 5 bintang.
Memilih keimanan adalah ujian
keimanan. Mengatakan bahwa kita mengenal Tuhan karena kita beragama tak ada
bedanya dengan mengatakan kita makan enak hanya karena melihat buku menunya.
jadi pengen ke gramed lihat2 bukunya Eric Weiner, judul2nya menarik. tq for the review.
ReplyDeletesampulnya juga lucu ya
Delete"Yang memecah belah bukan perbedaan, tapi pemaksaan kehendak untuk menyamakan."<<bener banget ini :)
ReplyDeletesepakay ya NIa
Deletekangen baca2 review bukumu lho nay :)
ReplyDeleteiya nih mulai baca lagi Nin
Deletebener juga, sih. Yang sering menjadi konflik adalah memaksakan kehendak. Makanya saya sering menghindari perdebatan terutama bila di dunia maya meskipun dalam hati merasa benar
ReplyDeletebegitulah mba, semoga kita bs tetap menahan diri
Deletejadi ingat ancient alien di history tv mbak. menurut acara itu hewan yang dibawa Nabi Nuh adalah dalam bentuk bank DNA. bahteranya adalah perumpamaan tempat penyimpanannya.
ReplyDeletewah itu paham realisme banget ya hihii
DeleteKalo buat aku kayaknya bukunya emang 'berat' nih tapi penasaran pengen baca juga biar nambah ilmu.
ReplyDeleteiya pas mau baca kerasa audh berapa bulan bakal abis, ternyata penasaran terus cepet kelar
DeleteKutipan ini seharusnya lebih ditelaah lagi " Bagiku, berserah diri adalah bentuk kegagalan ", mungkin perlu diskusi agar lebih menemukan jawaban yang tepat.
ReplyDeletetanpa kita sadari emang gitu lho ahahah
DeleteJadi tau tentang macam2 agama dan kepercayaan di dunia ini ya
ReplyDeletebetul, wawasan baru
Deletereviewmu ini bikin aku ngerti aliran2 agama. Beda kali ya baca bukunya langsung, kayae agak2 berat
ReplyDeleteberat mba, tapi bikin penasaran
DeletePertanyaan paling mendasar kebanyakan orang yang masih mencari Tuhan itu rata-rata sama ya. "Kita dari mana? Apa tujuan kita hidup?" Aku liat di youtube pun gitu ketika acara diskusi dengan Zakir Naik misalnya. Orang-orang pada kebingungan mencari jawabannya.
ReplyDeleteya begitulah...mba Umi, apalagi yang pondasinya ngga kuat
DeleteKalau iman sudah kuat, nggak masalah mau baca apapun. Malah memperkaya ilmu :)
ReplyDeletebetul, biar makin toleran juga
DeleteKalau kesedihan, kita bisa merasakannya, memprosesnya, dan melupakannya. Sedangkan depresi adalah kesedihan yang terhambat (hlm. 51)
ReplyDeletewah kata2 ini kok begitu dalam ya..
saya jadi speechless..
hahaha smeoga ngga lagi depresi ya
DeletePenasaran ingin menggali Ilmu nih ...........
ReplyDeleteJadi Ingin Baca habis Dapat review, Biar komplit
ayok lah dibaca juga
DeleteJadi pengen cari bukunya hehe, biar lebih tau dan lebih bisa toleransi hehe
ReplyDeletemasih ada di gramed :)
DeleteAaaaak... menarik bamget sepertinya ya... catet nama penulisnya, masukin wishlist aaah... hehe
ReplyDeleteyeyy baca seri lain juga
DeleteLove this book! Life is indeed a journey, termasuk pencarian Sang Maha Segala :)
ReplyDeletekemantapan itu penting ya mba
DeleteTom Cruise itu salah satu penganut Realisme, dia kristian tapi realism, dan kalau nggak salah jadi salah satu pemicu cerainya dia sama Katie Holmes :)
ReplyDeleteBuatku sih, nggak harus selalu sama dalam menyikapi sesuatu meski kita berasal dari satu kesamaan.
wah gitu ya, menarik ya mba kalau tahu dibalik seorang tokoh ternyata punya kepercayaan yang ga biasa. ah jadi kepo aku wkwkkw
Delete