Ketika saya pergi keluar kota,
jarang banget ngerasa homesick. Bahkan
pernah hampir dua hari nggak ada sinyal waktu mencoba naik gunung prau di Dieng. Kangen kasur rumah itu pasti, tapi nggak sampai
lah yang keingetan terus gitu. Kenapa di Palembang saya merasa sangat kangen
dengan Pekalongan ya? karena alasan pekerjaan, saya tinggal di Bekasi...dan
sudah sebulan nggak pulang ke Pekalongan. Ah, tapi kayaknya bukan karena itu
deh. Saya merasa ada banyak persamaan antara Palembang dengan Pekalongan. Inilah
hasil perenungan semalam waktu di dalam bis dari bandara, menjelang tengah
malam yang basah dengan badan super lelah.
1| Sungai Loji Vs Sungai Musi
“mau ke Palembang, jangan lupa foto-foto di jembatan Ampera dan sungai musi”
Begitulah kalimat teman-teman serta
orang tua waktu tahu saya akan ke Palembang. Jujur sih, saya mengenal Palembang
dari pelajaran IPS waktu SD sebagai kota yang memiliki sungai musi. Sungai yang
katanya panjaaang dan besaar. Ketika lulus SMA lalu masuk asrama IPB, teman-teman
saya banyak banget orang Sumatera Selatan. Lahat, prabumulih, pagaralam,
palembang, dan kota-kota lain. Ada organisasi mahasiswa IKAMUSI yang isinya
adalah mahasiswa-mahasiswa sumsel. Di acara gebyar nusantara yang diadakan
setiap tahun, IKAMUSI selalu stand out
dan masuk jadi juara. Rasanya sampai hapal legenda pulau kemaro itu, hihihii.
source: panoramio.com |
Sungai Musi memang ikon Palembang
dari jaman baheula, pun dengan kali loji di Pekalongan. meski kali loji
sekarang sudah tak digunakan untuk lalu lintas perahu, konon pada jaman dahulu inilah
jalur transportasi utama sekaligus pintu gerbang Pekalongan dengan dunia
internasional. Kapal-kapal dagang dari laut Jawa masuk ke wilayah Pekalongan
raya melalui kali loji. Pedagang arab, cina, kemudia eropa...semua masih
menggunakan perahu. Arus modernisasi akhirnya menyurutkan pesona kali loji. Jalur
darat pantura serta pelabuhan Pekalongan menggeser fungsi kali loji menjadi
sungai biasa saat ini.
2| Legenda Pulau Kemaro Vs Legenda Dewi Lanjar
Kemarin pagi saya menyusuri
sungai musi dengan kapal kecil yang mirip arung jeram. Sensasinya luar biasa,
lebih menantang daripada saat menyeberang ke pulau nusakambangan.
Tujuan perjalanan kali ini adalah ke pulau kemaro. Pulau yang selalu ramai di musim
imlek ini tak begitu luas tapi menarik untuk ditelusuri. Cerita soal Tan Bun An
saudagar Cina yang nyebur ke sungai musi diikuti pengawalnya serta Siti Fatimah
sang kekasih adalah salah satu daya tariknya.
Begitulah, dimana-mana...urusan cinta dan harta sering menyebabkan petaka lalu jadi legenda.
Cerita siti Fatimah ini hampir
mirip legenda Dewi Lanjar. Dewi Lanjar ini konon penguasa laut utara sekitaran
Pekalongan Raya. Kalau kamu penasaran, bisa deh baca cerita saya soal legenda
dewi Lanjar.
3| Imlek
Salah satu berkah ngeblog di 2017
ini adalah saya berkesempatan menyaksikan festival imlek Indonesia yang
diadakan di Palembang. Kok bisa? Jadi waktu itu ada lomba blog, saya menulis cerita tentang perayaan imlek di klenteng pho an thianPekalongan di blog pekalongankita.wordpress.com. Tulisan itu nyangkut di
hati juri dan menerbangkan saya ke bumi Sriwijaya.
paar pemenang lomba blog festival imlek Indonesia |
Masyarakat Tionghoa di Palembang
dan Pekalongan sama-sama sudah established
sejak dulu. Mungkin mereka datang di jaman yang sama sih. Daganganya pun
mungkin serupa, yaitu komoditas tekstil.
Semenjak kita bebas merayakan
imlek, acara cap go meh atau perayaan di tanggal ke-15 dari bulan penanggalan
Cina setelah tahun baru selalu ramai. Terlebih Palembang, di sini diadakan
festival Imlek Indonesia.
ada yg aneh ga sama seorang tokohnya? temukan ! |
Jika di Pekalongan imleknya
didominasi kebudayaan tionghhoa, di Palembang ini lebih beragam. Ya skalanya
kan sudah nasional ya, jadi...budaya sumsel secara global disajikan dengan
apik. Nggak Cuma sehari, rangkaiannya dua hari dua malam...hihihii. cap go meh
kali ini meriah banget buatku.
Di acara festival imlek ini saya
juga baru tahu kalau Palembang punya wayang kulit. Bentuknya sama seperti di
jawa, tapi dalangnya pakai bahasa Palembang...wkkwkw yaiyalah. Jadi, pas acara
pembukaan pestival Imlek yang diadakan di PSCC (Palembang sport and convention
center) itu...MC nya pakai dalang. Unik deh, jadi berasa nonton OVJ gitu.
4| Kampung Arab Al Munawwar Vs
Kampung Arab Klego
Selepas hadir di pembukaan
Festival Imlek Indonesia, saya dan rombongan blogger melipir ke kampung arab al
munawwar. Hari itu, gubernur Sumsel resmi membuka kampung Arab tersebut sebagai
ikon wisata baru kota Palembang. Sebelumnya, saya tahu al-Munawwar dari
postingan blog Arievrahman dan Kadek Arini. Ekspektasi saya soal Al-Munawwar
ternyata sama dengan realita.
para wanita kampung arab :) |
Sebagai kota yang egaliter dan
metropolis, Palembang dan Pekalongan sangat terbuka dengan kaum pendatang. Di zaman
VOC, penduduk memang dikelompokkan sesuai asalnya. Makanya kita kenal kampung
cina, kampung arab, kampung eropa, kampung bugis, dsb. Katanya sih, biar lebih
mudah dalam pengawasannya.
Kentalnya budaya arab masih sangat
terasa di Al-Munawwar, sama seperti kampung arab Klego di Kota Pekalongan. selain
dari wajah penduduk lokalnya yang ‘arab’ banget, kita juga bisa merasakan
atmosfer berbeda ketika mulai masuk ke perkampungannya. Arsiterktur rumah jaman
dahulu yang memadukan nuansa arab dan kondisi lokal sangat indah dinikmati di
zaman milenial.
seru ya pintunya bagus-bagus |
Kampung arab Al-Munawwar saya
rasa masih otentik, jadi panteslah kalau dijadikan ikon wisata heritage. Kampung
arab klego Pekalongan lebih cocok untuk destinasi wisata belanja. Beraneka macam
butik batik ada disana, heheh.
5| Kopi Sendok Mas Al Munawwar VS Kopi Tahlil
kopi sendok mas |
Masih soal kampung arab Al-Munawwar,
selepas solat dzuhur di musola yang letaknya pas di pinggir sungai musi...saya
dan rombongan mencoba kopi sendok mas khas Al-Munawwar. Dari cerita-cerita yang
saya browsing sih, kopi ini harusnya pakai rempah gitu. Sama lah kayak kopi
Tahlil di Pekalongan. Tapi yang kemarin saya rasakan, masih murni kopi hitam. Oiya,
kopinya itu agak asam tapi manis. Saya coba tanpa gula lho ya, oke...ini aman
di lidah dan perutku.
ngopi di sungai musi |
Kopi rempah di Pekalongan dikenal
dengan istilah kopi Tahlil. Ada hubungan dengan tahlilan? Iya, jadi katanya
sih...kopi tahlil lahir dari kebiasaan orang Pekalongan yang menyajikan kopi
untuk acara mengaji di malam hari. Biar badan anget, dicampur deh sama rempah.
6| Tenun Palembang Vs Tenun Pekalongan
Di Palembang, saya ketemu dengan
mba Nana yang punya blog Pink Traveller. Hihihi, mba Nana seru banget lho...dan
banyak membantu motoin ootd ala-ala buat saya, makasih mba Nana. Sore hari
selepas dari kampung arab, kami belanja oleh-oleh di Fikri. Di sana banyak
banget kain aneka rupa dari songket hingga batik. Ada tempat workshop tenun
ATBM juga di belakang toko. Oiya, tenun ATBM itu kain tenun yang dihasilkan
dari alat tenun bukan mesin.
gadis penenun sriwijaya :) |
Kata mba Nana, tiap ingat
Pekalongan...pasti ingat Dian Pelangi. Betul banget, Dian Pelangi itu desainer
yang lahir di Palembang dan besar di Pekalongan. Makanya dia sering memadukan jumputan,
batik, dan tenun dalam karya-karyanya.
Pekalongan juga punya sentra
tenun lho di wilayah Medono. Di sana malah dijadikan kampung wisata gitu, yang
masih memakai ATBM (alat tenun bukan mesin). Bahkan kalau kamu baca buku sejarah ‘pekalongan yang (tak) terlupakan, akan ketemu penjelasan bahwa masyarakat
Pekalongan sudah memakai kain tenun warna-warni sejak sebelum bangsa Eropa
datang.
Persamaan Budaya
Saya merasa ada persamaan budaya
yang banyak antara Pekalongan dan Palembang. Mungkin itulah penyebab mengapa
saya jadi homesick dan kangen
Pekalongan banget pas jalan-jalan di Palembang kemarin.
Mana oleh-oleh mpek-mpek untukk saya ? :D
ReplyDeletemasih di kulkas...hihii
DeleteTeryata banyak sekali ya yang menarik dari Palembang yang bisa dikaji :)
ReplyDeleteSuatu hari berharap bisa ke Palembang mba :)
iya, masih banayk yang belum aku ceritain mba hehhe
DeleteBanyak juga ya persamaannya.
ReplyDeleteWaktu saya ke palembang dlu cuma dalam rangka dinas ga sempet main ke Al munawwar, kayaknya nanti kalau ke palembang lagi harus kesana.
Btw pas saya perhatiin2 ... ternyata ada mbak innayah di gambar wanita wanita aram al munawwae hahah
Pangling
wkwkkw iya aku wanita arab
DeleteBagaimana dengan lontong cap go meh...
ReplyDeletehhaha gda mba
DeleteNice article, mbak ��
ReplyDeleteMungkin bisa ditambahin satu lagi.
Ada kawasan pecinan tak jauh dari Sungai Musi yaitu Kampung Kapitan Vs Pecinan di Pekalongan (sekitar Sampangan) ��
hihi karena menurutku kapitan beda sama sampangan
DeleteWah serunya bisa ke Palembang, selamat ya mbaaakk. TFS ceritanya. Pengen ke sana juga suatu saat nanti :D
ReplyDeletesemoga bisa menikmati pesona sriwijaya ya mba
Deleteaku juga ada rencana ke Palembang tahun ini semoga terencana. harus bookmark biar bisa gampang buat itinerary hahaa
ReplyDeleteyeyyy...asiikk
DeleteKamu menyebut Lahat dan pagaralam mbak ini? Tau gak itu dekat bgt dari rumah ku, tepatnya di lintang empat lawang.. Maen deh kesitu,, artikelnya bagus mbak, jadi nambah pengetahuan..
ReplyDeletewah iyakah? aku belum apal nama kabupaten di sumsel
DeleteWuih seru banget Mba Nayy. Eh ngomong ngomong ATBM, di rumah buyutku masih ada alat itu lho dan rumahnya di Medono haha. Semoga nanti bisa main ke Palembang juga ah penasaran euy
ReplyDeletewooow..tulis dong Zha
Deleteyang aku tangkep dari foto-fotomu tuh nay, dikau demen warna pastel ya buat bayu dan kerudung :)
ReplyDeletekamu benaaar
Deletekangeeen deh ke Palembang.. it's been too long hehehehe. Dan Pekalongan juga seru yaaa
ReplyDeletePalembang sekarang lagi berbenah, nanti ada jalur MRT juga
DeleteHwah iya, banyak kesamaannya. Oke sip, aku harus main ke Pekalongan ya kalo gitu, biar bisa ngebandingin kayak gini ^_^
ReplyDeleteomnduut.com
yey kabar kabar ya kalau mau ke Pekalongan
Deletegak boleh ketinggalan yah poto poto di jembatan nya hehe
ReplyDeleteiya doong
DeleteWaaa postingannya menarik banget. Jadi kangen Pekalongan & teman2ku. Sesungguhnya pilkada DKI bikin aku bener2 sedih krn teman2ku jadi yaaa gitu deh, baik yg tinggal di Jkt maupun yg msh di Pekalongan. Padahal waktu masa sekolah kami nggak gitu. Kenapa orang Pekalongan jadi kayak gitu gara2 politik? Semoga nuansa melting pot tetap dipelihara ya.
ReplyDeleteKalau Palembang aku baru sekali, cuma nginep semalam, dapat pempek doang krn otw roadtrip keluarga, gantian nyetir dg suami melintasi 10 propinsi. Hahahaaa waktu masih gagah dulu. Skrg boyoke gak kuat.
iya mba..padahal ada pilkada Batang,,,tapi sama sekali ga ada yg bahas hihiii
DeleteNice photo :D
ReplyDeletemakassii
Deleteternyata banyak juga ya persamaannya, tapi ada satu yang ngga sama yaitu pempeknya itu hloo hmm
ReplyDeleteahhaha yg dicari persamaanya saja
Deletecerita pas acara festival imleknya belum di post kah mbak? ^^
ReplyDeletelihat di youtube saja ya hehehe
DeleteNaah...jd makin ingin ke Palembang niih...
ReplyDeletesemoga nanti bisa main kesana ya
DeleteAku april ke Palembanf tapi ga tau bisa ga jalan-jalan.. hiks.. bagus yak
ReplyDeletebisa pastiii
DeleteYaa almunawar makin manja yaaaa, duch makan nasi minyak makin manja pake kambing
ReplyDeleteiya, sudah makin bagus sekarang
DeleteApa persamaan aku dan kamu??? Hayoo.. :))
ReplyDeleteSemoga Palembang menawarkan pesona yang baik ya..
wkkwkw...
Deletepalembang mempesona
waduh sayang belum berkenalan sebelum di palembang
ReplyDeletesaya asli di palembang, lain kali bolehlah kalau ke palembang makan pempek bareng :D
salam kenal
hihi pindang mbok war aja
DeleteYang aneh kera saktinya ada 2...bener ga, apa satunya kera tumpei
ReplyDeletetong sam chong ga botak wkwkkw
DeletePernah ke Palembang dua kali... kalo ke Pekalongan ta terhitung...hehehe tapi saya ga bisa membandingkan sedatail ini..... mantab... makasih infonya Mbak...
ReplyDelete