Tren Mendaki Gunung, Great Travel Destination

November 24, 2015
Tren pariwisata selama 10 tahun terakhir di Indonesia telah mengalami perubahan. Travel destination yang tadinya bersifat alternatif malah berubah jadi yang utama. Mendaki gunung adalah tren yang baru-baru ini melejit. Efek dari film 5cm sungguh sangat menghipnotis segala lapisan masyarakat. Gunung sudah tidak eksklusif untuk para pendaki berpengalaman saja.
mendaki gunung, traveling, backpacker, gunung, adventure, bloggerdreamteam, blogmint, trip
yang pernah naik gunung pasti punya foto beginian

Sepuluh tahun yang lalu, kira-kira jaman saya masih SMA...piknikan itu palingan ke taman hiburan. Dufan, Taman mini, atau kalau mau yang jauhan ya ke Bali. Yang murah meriah ada sih, kebun binatang. Biasanya yang naik gunung itu orang-orang berpengalaman, yang sudah belajar survival lah. Awal-awal masuk kuliah, mulai tahu tentang pecinta alam. Saya juga punya banyak teman dari fakultas kehutanan, tapi nggak semua dari mereka pernah mendaki gunung. Dari mereka saya mendapat gambaran bahwa perlu persiapan lahir batin serta knowledge untuk sekadar naik gunung yang sudah terkenal jinak, untuk sebangsa gunung ekslusif seperti slamet atau semeru...wah..berat jendral!!  Dan....yang terjadi saat ini gimana? Tiap weekend, kalau buka socmed..beuuuhh bertebaran tuh tulisan “Indonesia itu indah, jangan di rumah aja” dan sebangsanya.

Kamu nggak ikutan naik gunung Nay? Kebawa tren juga sih. Tapi masih gunung yang bisa didaki pakai mobil. Hehehe..


Jadi, apa perbedaannya orang naik gunung dulu sama sekarang sih?
mendaki gunung, traveling, backpacker, gunung, adventure, bloggerdreamteam, blogmint, trip
infografis tren mendaki gunung


Ingat ini
Mendaki memang harus dengan persiapan dan kekuatan. Jangan sampai menyusahkan tim SAR, apalagi maah menimbulkan bencana seperti yang baru-baru ini terjadi. Kebakaran. Tetap utamakan keselamatan kalau kata body belakang truk mah ya. Inget kan, kasus orang jatuh di puncak merapi gara-gara mengambil spot yahud buat foto? Please nikmatin moment at the present. Boleh meninggalkan jejak, tapi mbok ya jangan yang vandalism gitu. Misalnya sampah, coretan di pohon atau batu, kertas bekas nulis ‘hey..kapan kita mendaki bareng?’ atau jejak air kencing yang dimasukin di botol..idiiihhhh.

Social media effect
Pengaruh media social memang gede banget. Awalnya dari film dan acara tv, lalu instagram. Semakin antusias masyarakat sama wisata lokal, pastinya ini baik dong. Komunitas fotografer dan adventure bermunculuan, dari yang amatir hingga profesional. Sampai muncul tebing instagram, hashtag #pendakikece atau munculnya ikon-ikon wisata lokal baru.
hashtag pendakikece di instagram

Bagus kan kalau orang jadi suka naik gunung, kampanye nya kementrian pariwisata dan ekonomi kreatif sukses tuh. Apalagi setelah bekerjasama dengan salah satu program Tv yang bikin pedagang kaos untung besar. Heh..yang mana? Itu..kan sekarang anak-anak kekinian bangga bener pakai kaos yang ada tulisan My Trip My Adventure.

Dampak positif tren mendaki gunung
Keindahan Indonesia jadi terlihat dan diketahui seluruh mata di dunia ini. Objek wisata baru, banyak banget bermunculan. Pendapatan masyarakat naik dong, apalagi yang di sekitar lokasi. Buka parkiran,ojek, porter, termasuk yang jualan kaos tulisan ‘national geographic’ hehehhe. Makin banyak tujuan wisata, kita nggak bingung lagi mau kemana. Mau yang dekat..yang jauh..yang bisa kamping atau mau yang bisa lihat sunrise kece. Oiya,,gunung juga sudah nggak seserem dulu kesannya. Setuju kan?

Dampak negatif tren naik gunung
Masalah klasik sih, sampah. Mau di gunung mau di ibukota, sama saja. Jadi apa akar masalahnya? Mind set. Pikiran nggak mau repot dan kurang bertanggung jawab. Karena nggak semua pendaki ini ngerti tentang tata krama di gunung, jadilah tanpa mereka sadari malah ngerusak. Gunung yang didaki kebanyakan adalah kawasan konservasi lho.

Tidak ada yang salah dari sebuah tren, yang terpenting adalah bagaimana cara kita menyikapinya. Perlu pengelolalan yang profesional dari pemerintah. Profesional itu nggak cuma membangun sarana, tapi juga menyediakan orang-orang yang ngerti tentang pariwisata. Jangan sampai keduluan investor asing lho.

Tak selamanya yang mainstream itu jelek, inayah 2015


30 comments on "Tren Mendaki Gunung, Great Travel Destination"
  1. iya sosmed banyak bertebaran kalimat2 : "Indonesia itu indah, jangan di rumah aja", "jangan panik, mari piknik", "kurang piknik", mmhh apa lagi yak...loh komennya malah ngumpulin kalimat yang beredar hehe..

    jadi teringat lagu naif - piknik 72... pikniknya ke binaria, makan roti buaya



    ReplyDelete
    Replies
    1. hahaha lagu apa itu...baru tauu

      Delete
    2. lagu 90an akhir kalau ga salah... ehhehehe kalau mau denger, diyoutube kyknya ada..

      Delete
    3. Ngitung itung ada berapa kata *piknik* di komentarmu Dann :D

      Delete
    4. hitung2 jadi nambah keyword "piknik" jadi kuat mba dipostingan inayah ini hehehhe

      Delete
  2. Saya prediksi, tahun 2030, tren naik gunung bakal berganti menjadi naikin mantan. *eh

    ReplyDelete
  3. Pas lihat postingan ini di Path I'm 100% agree.
    Pas baca tulisannya makin setuju saja,
    Dari semua postingan wisata alam they said is a nature adventure dan bisa dihitung yang menyebutnya ecotourism,
    Padahal basic nyambangi tempat-tempat alamiah untuk sekedar berkunjung adalah ekowisata dimana didalamnya not only for fun or such a common recreation tapi intinya adalah kesadaran menjaga kelestarian dari alam sekitar yang kita datangi (bahasa perkuliahan banget). But as we can see?menjaga?jauh dari kata itu budaya negeri ini yang "mudah terbawa arus" jadi salah satu penyebabya, banyak banget conservation or sacred area yang ancur. At this time somebody should teach that "para perualang" itu tentang ecotourism in my opinion yah, SOP harus jelas diterapkan, biar ribet tapi mungkin efektif meminimalisir dampak tidak baik seperti kerusakan atau kecelakan kan?
    Anyway, gue sejenis orang yang mendukung bahwa go nature itu mesti well prepare not only physical but mentally as well (mental disini include pengetahuan tentang medan dan apa yang akan dinikmati)
    I did some practice before I go somewhere yang kira-kira membutuhkan kesiapan fisik karena hal sepele "Gue gak mau kehilangan moment-moment menukmati indahnya alam cuma gara-gara kaki gue kram karena kecapean"
    Panjang yah rul??

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semangkok mi ayam buat komen keceeee kayak gini, hahaha.

      Delete
  4. yang penting harus tetap jaga kondisi alamnya, jangan buang sampah sembarangan

    ReplyDelete
  5. Buang sampah memang kebudayaan ya. Membiasakan kebiasaan baru sama sulitnya dengan membuang kebudayaan lama.

    ReplyDelete
  6. Yup, bener banget ini. Yakin deh, buat yang suka ngikutin tran doang, bakan ngena habis baca post ini. Meskipun sejatinya gue belum pernah daki gunung. Tapi gue lumayan mengerti seperti apa perkembangan di dunia mendaki puncak seperti ini.

    Bahkan, sempet kemaren kejadian ada yang jatuh dan sebagainya. Itu sebenarnya gue mulai yakin, beberapa tingkah mereka yang masih sibuk memamerkan bahwa mereka telah sampai. Sebaiknya tidak usah berlebihan. Satu foto dengan bendera merah putih, rasanya sudah cukup dan tak perlu berlebihan. Mulai mencari sport ekstream. Entahlah. Semoga para pendaki tren ini disadarkan oleh waktu.

    Salam kenal, baru pertama mampir, ni. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. waaw terima kasih opininya..salam kenal juga ya.

      Delete
  7. Tak selamanya yang mainstream itu jelek, inayah 2015 *kasih dua jempol* *jempol tangan* *jempol ke atas*

    ReplyDelete
  8. seorang pendaki selain dituntut kekuatan fisik juga harus memiliki kedewasaan...terutama terkait dng kebersihan lingkungan...salam kenal dan izin follow ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. salam kenal...iya..terima kasih ya sudah difollow

      Delete
  9. blm pernah ndaki..dan pengeeeeennnn

    ReplyDelete
    Replies
    1. mendaki bukit dulu mbak, kayak tebing keraton yang saya ceritaain itu. bisa pake mobil hhee

      Delete
  10. Hmmm.. ayo deh kita naik gunung

    ReplyDelete
  11. aku terus terang beloman naik gunung ni, la wong naik tangga ajah tjapekkkk kikikik

    ReplyDelete
    Replies
    1. naik gunung yang bisa pake mobil hhehhe. itu lho ceritaku ke tebing keraton pake Avanza

      Delete
  12. Bener Mbak, kalau dulu yang naik gunung itu ya anak Mapala atau PA, kalau sekarang, hampir semua kalangan berlomba-lomba naik gunung, kadang tanpa persiapan fisik dan ketranpilan yang cukup.

    ReplyDelete
    Replies
    1. semoga kita ndak ikut-ikutan gitu mbak ya...atau adek-adek kita diingetiin lagi kalau mau 'ngetrip' istilah keren anak masa kini hhaha

      Delete
  13. Sudah menjadi trend ini, My Trip My adventure katanya. :v

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ikuti tren dengan baik..tidak asal. Mereka bisa loncat-loncatan atau melakukan hal ekstrim karena sudah ada pengamannya..dan tentu ada asuransi

      Delete
  14. Kemudian throw back "Trakhir ke gunung kapan yak." Hihihi dulu msh oke aja, dadakan cusss. Setelah menikah ijin dr pak bojo ini tryta gk semudah ijin ke ortu. Tapi ya kan kudu acc dulu bari bisa cusss *curcol*

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya dong harus ijin suami. apalagi aklau udah punya anak..ijin ke nak juga hahah

      Delete

Terima kasih sudah berkunjung.
Komentar berisi LINK HIDUP akan DIHAPUS.

^^ @Innnayah

Auto Post Signature

Auto Post  Signature