Tren pariwisata selama 10 tahun terakhir di Indonesia telah
mengalami perubahan. Travel destination yang tadinya bersifat alternatif malah
berubah jadi yang utama. Mendaki gunung adalah tren yang baru-baru ini melejit.
Efek dari film 5cm sungguh sangat menghipnotis
segala lapisan masyarakat. Gunung sudah tidak eksklusif untuk para pendaki
berpengalaman saja.
yang pernah naik gunung pasti punya foto beginian |
Sepuluh tahun yang lalu, kira-kira jaman saya masih SMA...piknikan
itu palingan ke taman hiburan. Dufan, Taman mini, atau kalau mau yang jauhan ya
ke Bali. Yang murah meriah ada sih, kebun binatang. Biasanya yang naik gunung
itu orang-orang berpengalaman, yang sudah belajar survival lah. Awal-awal masuk
kuliah, mulai tahu tentang pecinta alam. Saya juga punya banyak teman dari
fakultas kehutanan, tapi nggak semua dari mereka pernah mendaki gunung. Dari
mereka saya mendapat gambaran bahwa perlu persiapan lahir batin serta knowledge
untuk sekadar naik gunung yang sudah terkenal jinak, untuk sebangsa gunung
ekslusif seperti slamet atau semeru...wah..berat jendral!! Dan....yang terjadi saat ini gimana? Tiap
weekend, kalau buka socmed..beuuuhh bertebaran tuh tulisan “Indonesia itu
indah, jangan di rumah aja” dan sebangsanya.
Kamu nggak ikutan naik gunung Nay? Kebawa tren juga sih.
Tapi masih gunung yang bisa didaki pakai mobil. Hehehe..
Jadi, apa perbedaannya orang naik gunung dulu sama sekarang
sih?
infografis tren mendaki gunung |
Ingat ini
Mendaki memang harus dengan persiapan dan kekuatan. Jangan
sampai menyusahkan tim SAR, apalagi maah menimbulkan bencana seperti yang
baru-baru ini terjadi. Kebakaran. Tetap utamakan keselamatan kalau kata body
belakang truk mah ya. Inget kan, kasus orang jatuh di puncak merapi gara-gara
mengambil spot yahud buat foto? Please nikmatin moment at the present. Boleh
meninggalkan jejak, tapi mbok ya jangan yang vandalism gitu. Misalnya sampah,
coretan di pohon atau batu, kertas bekas nulis ‘hey..kapan kita mendaki
bareng?’ atau jejak air kencing yang dimasukin di botol..idiiihhhh.
Social media effect
Pengaruh media social memang gede banget. Awalnya dari film
dan acara tv, lalu instagram. Semakin antusias masyarakat sama wisata lokal,
pastinya ini baik dong. Komunitas fotografer dan adventure bermunculuan, dari
yang amatir hingga profesional. Sampai muncul tebing instagram, hashtag
#pendakikece atau munculnya ikon-ikon wisata lokal baru.
Bagus kan kalau orang jadi suka naik gunung, kampanye nya
kementrian pariwisata dan ekonomi kreatif sukses tuh. Apalagi setelah
bekerjasama dengan salah satu program Tv yang bikin pedagang kaos untung besar.
Heh..yang mana? Itu..kan sekarang anak-anak kekinian bangga bener pakai kaos
yang ada tulisan My Trip My Adventure.
Dampak positif tren mendaki gunung
Keindahan Indonesia jadi terlihat dan diketahui seluruh mata
di dunia ini. Objek wisata baru, banyak banget bermunculan. Pendapatan
masyarakat naik dong, apalagi yang di sekitar lokasi. Buka parkiran,ojek,
porter, termasuk yang jualan kaos tulisan ‘national geographic’ hehehhe. Makin
banyak tujuan wisata, kita nggak bingung lagi mau kemana. Mau yang dekat..yang
jauh..yang bisa kamping atau mau yang bisa lihat sunrise kece. Oiya,,gunung
juga sudah nggak seserem dulu kesannya. Setuju kan?
Dampak negatif tren naik gunung
Masalah klasik sih, sampah. Mau di gunung mau di ibukota,
sama saja. Jadi apa akar masalahnya? Mind set. Pikiran nggak mau repot dan
kurang bertanggung jawab. Karena nggak semua pendaki ini ngerti tentang tata
krama di gunung, jadilah tanpa mereka sadari malah ngerusak. Gunung yang didaki
kebanyakan adalah kawasan konservasi lho.
Tidak ada yang salah dari sebuah tren, yang terpenting
adalah bagaimana cara kita menyikapinya. Perlu pengelolalan yang profesional
dari pemerintah. Profesional itu nggak cuma membangun sarana, tapi juga
menyediakan orang-orang yang ngerti tentang pariwisata. Jangan sampai keduluan
investor asing lho.
Tak selamanya yang mainstream itu jelek, inayah 2015
iya sosmed banyak bertebaran kalimat2 : "Indonesia itu indah, jangan di rumah aja", "jangan panik, mari piknik", "kurang piknik", mmhh apa lagi yak...loh komennya malah ngumpulin kalimat yang beredar hehe..
ReplyDeletejadi teringat lagu naif - piknik 72... pikniknya ke binaria, makan roti buaya
hahaha lagu apa itu...baru tauu
Deletelagu 90an akhir kalau ga salah... ehhehehe kalau mau denger, diyoutube kyknya ada..
DeleteNgitung itung ada berapa kata *piknik* di komentarmu Dann :D
Deletehitung2 jadi nambah keyword "piknik" jadi kuat mba dipostingan inayah ini hehehhe
Deletehihihii makassii
DeleteSaya prediksi, tahun 2030, tren naik gunung bakal berganti menjadi naikin mantan. *eh
ReplyDeletePas lihat postingan ini di Path I'm 100% agree.
ReplyDeletePas baca tulisannya makin setuju saja,
Dari semua postingan wisata alam they said is a nature adventure dan bisa dihitung yang menyebutnya ecotourism,
Padahal basic nyambangi tempat-tempat alamiah untuk sekedar berkunjung adalah ekowisata dimana didalamnya not only for fun or such a common recreation tapi intinya adalah kesadaran menjaga kelestarian dari alam sekitar yang kita datangi (bahasa perkuliahan banget). But as we can see?menjaga?jauh dari kata itu budaya negeri ini yang "mudah terbawa arus" jadi salah satu penyebabya, banyak banget conservation or sacred area yang ancur. At this time somebody should teach that "para perualang" itu tentang ecotourism in my opinion yah, SOP harus jelas diterapkan, biar ribet tapi mungkin efektif meminimalisir dampak tidak baik seperti kerusakan atau kecelakan kan?
Anyway, gue sejenis orang yang mendukung bahwa go nature itu mesti well prepare not only physical but mentally as well (mental disini include pengetahuan tentang medan dan apa yang akan dinikmati)
I did some practice before I go somewhere yang kira-kira membutuhkan kesiapan fisik karena hal sepele "Gue gak mau kehilangan moment-moment menukmati indahnya alam cuma gara-gara kaki gue kram karena kecapean"
Panjang yah rul??
Semangkok mi ayam buat komen keceeee kayak gini, hahaha.
Deleteyang penting harus tetap jaga kondisi alamnya, jangan buang sampah sembarangan
ReplyDeletesiaapp 86!
DeleteBuang sampah memang kebudayaan ya. Membiasakan kebiasaan baru sama sulitnya dengan membuang kebudayaan lama.
ReplyDeletebeuh quote banget ini mbak..
DeleteYup, bener banget ini. Yakin deh, buat yang suka ngikutin tran doang, bakan ngena habis baca post ini. Meskipun sejatinya gue belum pernah daki gunung. Tapi gue lumayan mengerti seperti apa perkembangan di dunia mendaki puncak seperti ini.
ReplyDeleteBahkan, sempet kemaren kejadian ada yang jatuh dan sebagainya. Itu sebenarnya gue mulai yakin, beberapa tingkah mereka yang masih sibuk memamerkan bahwa mereka telah sampai. Sebaiknya tidak usah berlebihan. Satu foto dengan bendera merah putih, rasanya sudah cukup dan tak perlu berlebihan. Mulai mencari sport ekstream. Entahlah. Semoga para pendaki tren ini disadarkan oleh waktu.
Salam kenal, baru pertama mampir, ni. :)
waaw terima kasih opininya..salam kenal juga ya.
DeleteTak selamanya yang mainstream itu jelek, inayah 2015 *kasih dua jempol* *jempol tangan* *jempol ke atas*
ReplyDeletehihi makasih mbaa
Deleteseorang pendaki selain dituntut kekuatan fisik juga harus memiliki kedewasaan...terutama terkait dng kebersihan lingkungan...salam kenal dan izin follow ya
ReplyDeletesalam kenal...iya..terima kasih ya sudah difollow
Deleteblm pernah ndaki..dan pengeeeeennnn
ReplyDeletemendaki bukit dulu mbak, kayak tebing keraton yang saya ceritaain itu. bisa pake mobil hhee
DeleteHmmm.. ayo deh kita naik gunung
ReplyDeleteaku terus terang beloman naik gunung ni, la wong naik tangga ajah tjapekkkk kikikik
ReplyDeletenaik gunung yang bisa pake mobil hhehhe. itu lho ceritaku ke tebing keraton pake Avanza
DeleteBener Mbak, kalau dulu yang naik gunung itu ya anak Mapala atau PA, kalau sekarang, hampir semua kalangan berlomba-lomba naik gunung, kadang tanpa persiapan fisik dan ketranpilan yang cukup.
ReplyDeletesemoga kita ndak ikut-ikutan gitu mbak ya...atau adek-adek kita diingetiin lagi kalau mau 'ngetrip' istilah keren anak masa kini hhaha
DeleteSudah menjadi trend ini, My Trip My adventure katanya. :v
ReplyDeleteIkuti tren dengan baik..tidak asal. Mereka bisa loncat-loncatan atau melakukan hal ekstrim karena sudah ada pengamannya..dan tentu ada asuransi
DeleteKemudian throw back "Trakhir ke gunung kapan yak." Hihihi dulu msh oke aja, dadakan cusss. Setelah menikah ijin dr pak bojo ini tryta gk semudah ijin ke ortu. Tapi ya kan kudu acc dulu bari bisa cusss *curcol*
ReplyDeleteiya dong harus ijin suami. apalagi aklau udah punya anak..ijin ke nak juga hahah
Delete