Buku ringan dan bisa dibaca sambil santai-santai di hari minggu. Bisa dibilang, minggu pagi ini ngaji sambil ngopi. Di kedai kopi langganan, saya pesan brewed coffee dan mulai membuka lembar-perlembar diiringi musik jazz.
Judul: Dear Felix Siauw; sekedar koreksi, biar enggak salah persepsi
Penulis: M. Sulthan Fatoni
Penerbit: Imania
Tahun terbit: 2015
Jumlah halaman: 205
Sinopsis
Dengan gaya renyah, M. Sulthan Fatoni mengoreksi pendapat kontroversi "ustad gaul" Felix Siauw yang begitu mudah menjatuhkan hukum. Ustad gaul yang selalu berwawasan global dengan khilafahnya ini disuguhi dengan fakta fikih yang mengIndonesia. Beberapa isu yang sempat jadi perdebatan publik ditanggapi dengan paparan yang enggak kalah gaul. Perlu dibaca biar enak.
Sumber: cover belakang
Review
Perlu diketahui sebelumnya bahwa buku ini bukan merupakan bantahan melainkan koreksi. Pemaparan lebih mendetail agar pembaca ngerti.
Gaya bahasanya nggak baku. Dan...ini bukan buku tasawuf atau fikih kok, jadi kamu nggak perlu mengerutkan dahi. Bahkan saya bisa asik membaca tentang sifat wajib 20, rukun iman, sambil ngopi pagi.
Ada 15 topik yang diangkat di buku ini. Semua bersumber dari tweet serta laman facebook Felix Siauw. Sebelum penulis memaparkan pendapatnya, kicauan tersebut dituliskan ulang. Topik mengenai amalan-amalan, fatwa haram kenaikan Bbm, istikharah, kerja di bank konvensional dan cinta tanah air adalah beberapa yang disarikan penulis.
Siapa sih jamaah twiteriah yang nggak kenal Felix Siauw? Jaman sekarang social media itu sudah jadi wahana semua orang buat ngapain aja. Termasuk berdakwah. Yang khas dari Felix Siauw ini sering mengeluarkan fatwa kontroversial.
Sesuatu yang masih bersifat samar dalam Al-qur'an dan hadis hampir dipastikan lebih berwarna ketika sampai di kalangan para ulama. Mereka mendiskusikan, menyimpulkan, pada akhirnya mengambil keputusan dari sudut berbeda antara ulama satu dengan yang lain. Ini berimplikasi pada keragaman sebuah keputusan tentang satu masalah yang sama. Tidak jarang pula, satu masalah mempunyai ikatan hukum lebih dari satu, dengan konsekuensi hukum beragam. Jadi, nggak elok kalau atas pendapat pribadi menyimpulkan sesuatu hal "haram" atau seseorang "kafir".
Di halaman 113 penulis menyampaikan pendapatnya tentang toleransi. Ini penting. Untuk menjadi muslim toleran, perlu wawasan fikih empat mazhab, yaitu Maliki, Hanafi, Syafi'i, dan Hanbali. Perlu juga wawasan di bidang tauhid, yang dikonsep Abul Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi; serta wawasan tasawuf konsepsi Imam Al-Ghazali dan Al-Junaid Al-Baghdadi.
Seorang Muslim yang wawasan keislamannya terbatas bukan berarti terhalang untuk bersikap toleran. Tetaplah bersikap toleran, dengan cara meneladani para kiai yang inklusif.
Overall, nggak perlu twitwar menanggapi sebuah masalah. Menuliskannya dalam buku dengan menambahkan penjelasan-penjelasan adalah salah satu cara yang baik.
Rate
3 of 5