Maka, dimulailah sebuah perjalanan dengan kejutan di setiap tikungannya. Perjalanan itu tidak saja membuat Fais menemukan kebenaran di balik politik pencitraan yang memuakkan, tetapi juga kebenaran perasaannya. Fais akhirnya sadar, pertemuan dengan perempuan-perempuan yang sempat menggetarkan hatinya justru adalah jalan yang membawanya pulang pada cinta sejatinya.
Burung Terbang di Kelam Malam mengungkap kehidupan sosial yang begitu dekat; tentang sisi gelap politik dan cinta. Hubungan cinta terlarang, perasaan tidak berdaya, takut kehilangan, dan kesedihan yang begitu kental terpadu tanpa kehilangan rasa humor. Sebuah kisah yang berliku, tetapi diceritakan dengan sangat lugas dan mengalir.
Soal selera sih,,,dan ini bukan selera saya. Susah payah ngeberesin baca. Cuma 1 bintang saya beri, itu untuk setting dan tema yang berbeda...Aceh pasca perang. Lainnya,,,hhmmm...biasa banget. Cara penuturan bahasanya seperti orang nulis diary tapi datar. Penulis cerita sendiri, tanpa peduli pembaca menyelami apa enggak. Pas adegan 'ngeri' atau 'kaget' aja disampaikan dengan cara datarrrr abis. Flat...tak ada yang mengejutkan dari awal hingga akhir. Bisa ketebak.
Penokohan Fais bahkan nggak kuat, dia lebih sering berbicara tentang 'aku'. Entah ya, hikmah dan pesannya itu maunya apa. Hahahaha. Terlalu cabul?
Lelaki macam Fais ini banyak berkeliaran. Kucing garong!!!!! Polos-polos tapi kemaruk. Ganteng dan merasa ganteng. Setelah berbuat salah, termenung, merasa berdosa,,,tapi tak tobat-tobat. Dan setelah menyakiti orang yang dicintainya, dia datang,,,merayu-rayu. Fais dan Tuang Beransyah,,sama saja.
Post Comment
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung.
Komentar berisi LINK HIDUP akan DIHAPUS.
^^ @Innnayah