Tetralogi laskar pelangi sudah saya khatamkan. Keindahannya sudah diamini banyak orang. Film pertama dari tetralogi ini laskar pelangi adalah film yang sangat terkenal, begitupun dengan film keduanya sang pemimpi. Secara apik, film dibuat hingga menyentuh hati penontonnya. Beramai-ramai orang ke Belitong, bahkan ada pantai namanya pantai laskar pelangi. Ketika setahun yang lalu tersiar kabar tetralogi ketiga yaitu Edensor akan difilmkan, hatiku melonjak. Diantara 4 novel, Edensor yang paling menyentuh perasaan dan imajinasi saya. Ada perjuangan, percintaan, petualangan, persaudaraan, dengan setting Eropa dan tentunya imaji indah tentang desa Edensor.
Di bulan Desember film ini muncul berdekatan dengan 99 cahaya di langit eropa dan tenggelamnya kapal van der wijk. Edensor baru sempat saya tonton setelah libur tahun baru. Saya antusias menonton dan sesekali tertawa dengan banyolan-banyolan Kak Rhoma. Tapi tiba-tiba "mbak-mbak" bioskop menuju pintu exit (pertanda film akan segera usai). Saya dan beberapa orang di deretan penonton menengok jam tangan. "Lhoh kok udahan?".."kok gini doang?" saya berharap setelah tulisan nama pemain ada tulisan "Bersambung" seperti film lain, ehhhh TIDAK ADA.
Sangat jauh dari ekspektasi. Gong film ini sebenarnya adalah perjalanan backpacker Arai dan Ikal serta desa Edensor. Di film ini TIDAK ADA. Sebenarnya dari awal sudah agak curiga, sutradara film ini berbeda dari 2 sekuel sebelumnya yang mendulang sukses. Setelah itu, judul yang terkesan kurang percaya diri. Kenapa bukan Edensor saja seperti bukunya? Film ini sama sekali tidak menyentuh atau memotivasi, hambar, dangkal, tanpa kejelasan endingnya. Bagian yang paling menjengkelkan adalah kemunculan A ling di Paris dan adegan saat pencarian, sungguh sinetron banget.
Masih penasaran dengan film ini? Silakan ke bioskop, dan saya merekomendasikan cukup 2 dari 5 bintang.
Post Comment
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung.
Komentar berisi LINK HIDUP akan DIHAPUS.
^^ @Innnayah