Seperti yang pernah saya baca di
The Fabulous Udin karya Rons Imawan, “tidak ada yang lebih baik dari jajan
buku”. Sejak belum bisa baca, kebiasaan saya tiap pagi sambil menunggu sarapan
adalah baca buku atau karena belum bisa baca, disebut melihat-lihat buku. Buku selalu
menarik perhatian saya yang masih pra TK waktu itu. Tak banyak buku tersedia di
rumah saya yang berada di desa. Toko buku adanya di kota, sekitar 40km
jaraknya.
Saat saya masuk SMA, gairah
membaca buku saya tersalurkan. Bukan beli buku, tapi dengan membaca buku yang
ada di perpustakaan. Kebetulan, di kelas X guru Bahasa dan Sastra Indonesia
saya selalu “mengompori” untuk banyak baca dan nulis. Kalimat beliau waktu itu adalah..
“kalian tahu tidak buku
blabalala..itu keren banget karena blablabla..”
Serempak kami 40 siswa bilang
“tidak tahu Pak”
Untuk menumbuhkan semangat
membaca siswa, kami ditugaskan meresensi buku-buku sastra. Itulah kali pertama
saya benar-benar membaca dengan fokus, menemukan unsur intrinsik dan ekstrisik
sebuah karya sastra. Luar biasa efeknya, saya semakin suka membaca dan mulai
belajar menuliskan buah pikiran agar dimengerti orang lain. Buku-buku Mizan yang saya
baca saat di bangku SMA diantaranya adalah Supernova Dewi Lestari.
Kembali ke Pak Guru Bahasa
Indonesia, beliau pernah menceritakan tentang kebiasaanya untuk membagi uangnya
ke beberapa amplop. Salah satu amplop adalah untuk membeli buku. Kalimat yang
sebenarnya memotivasi itu seakan keluar masuk telinga saya tanpa mengendap kala
itu. Membeli buku adalah prioritas kesekian dari uang jajan saya yang tidak
begitu banyak. Di awal masa kuliah, saya masih sering “nongkrong” di tempat
penyewaan buku. Zaman itu, terbit Tetralogi Laskar Pelangi. Buku yang fenomenal,
dan mulai menarik-narik saya untuk rajin ke Toko Buku. Merelakan uang jajan
demi buku incaran seperti nasehat Pak Guru Bahasa Indonesia di SMA.
Kini setelah saya sudah memiliki penghasilan
sendiri dan kecanggihan teknologi sudah “WOW” , tiap habis gajian saya selalu
mengunjungi toko buku online, salah satunya toko buku milik Mizan. Sebenarnya, hampir tiap
saya penat, saya shopping book di situ, tapi sekedar masukin ke “wish list”. Kalau
sudah gajian, baru deh “masukan ke troli”. Bulan kemarin saya jajan di Mizan
buku Kreatif Sampai mati, Madre, dan The Fabulous Udin. Tidak lupa untuk
meresensinya setelah selesai membaca.
Kebiasaan yang ditularkan Pak Guru
Bahasa Indonesia untuk doyan jajan buku itu ternyata seru. Saat ini di rumah
saya sudah ada “little library” dan tentu ada buku-buku terbitan Mizan di sana.
Semangat membaca dan meresensi buku akan saya tularkan ke lingkungan. Meresensi
itu bermanfaat, tidak hanya menginformasikan ke orang lain mengenai unsur buku
dan merekomendasikannya tapi juga membantu kita mengingat buku yang sudah kita
baca. Mengingat lagi pesan si penulis, bagian penting, dan memori apa yang ada
saat kita membaca buku itu tanpa harus membaca ulang.
Kebetulan, di ulang tahun mizan
yang ke-30 tahun ini diadakan lomba resensi Bianglala Sastra Indonesia. Tentu event
ini tidak saya lewatkan begitu saja. Semoga Penerbit Mizan akan terus ada,
sampai anak cucu saya. Menyajikan buku yang berbobot dari penulis bermutu. Jajan
buku adalah investasi, apalagi buku-buku berkualitas. Mizan and me adalah partner mengenal sastra, seperti yang diajarkan Pak guru.
waahhh,, teernyata penggemar buku mizan yaa, , pantes bangets pinter nulis,, tetap berarya yaa :)
ReplyDeleteIya betul bgt..terima kasih ya....:-)
ReplyDelete