Identitas
buku
Judul: The Fabulous
Udin
Cetakan: pertama,
Februari 2013
Penulis: Rons Imawan
Penerbit: Bentang Belia
(PT Bentang Pustaka)
Halaman: 384
ISBN: 978-602-9397-82-6
Sinopsis
Udin, seorang bocah
social genius yang belum mengenal dirinya sendiri ini mampu menumbuhkan semua
perasaan itu. Rasa kagum saat ia berhasil memecahkan masalah semua insani. Rasa
takjub saat kecerdasannya berhasil mengendalikan situasi. Rasa sukacita saat ia
menaklukkan kebekuan hati. Rasa berbunga saat ia mengalunkan nada puisi. Hingga
rasa cinta dan tergila-gila saat ia memenangkan sayembara untuk pertama kali.
Udin bukanlah bocah
genius dalam bidang akademis, melainkan sosialis. Pemuda tanggung yang bahkan
belum berani bermimpi ini memiliki pemikiran dan pemahaman sosial yang tidak
biasa untuk bocah seusianya. Pemikiran dan pemahaman yang tidak biasa, bukan
luar biasa.
Bagaimana tingkah
anehnya mampu menampilkan banyak pertunjukan hebat? Bagaimana ulah nyelenehnya
sanggup menaklukkan hati yang sekarat? Dan bagaimana titik terlemahnya
dilumpuhkan oleh seorang gadis mungil yang selalu membuatnya merasa kecil?
Udin. Semua seakan
mudah saat ia ada.
Resensi
Buku The Fabulous Udin
karya Rons Imawan ini akan membawa pembaca ke dalam kenangan saat merasakan
asmara cinta monyet. Tokoh Udin yang digambarkan disini dijamin bisa membuat
para wanita jatuh hati. Meski tidak digambarkan secara eksplisit bahwa si Udin
sosoknya bak pangeran, tapi sikap sosialnya yang jenius sangat memukau dan
kadang begitu romantis.
Setting cerita The
Fabulous Udin adalah di sebuah desa di Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa barat.
Tokoh Utamanya adalah Udin, Inong, Suri, Jeki, dan Ucup. Plot yang digunakan
campuran, sebagian besar plot maju. Bahasa penulis sangat mudah dipahami karena
menggunakan bahasa Indonesia pergaulan, bukan bahasa sastra penuh metafora.
Dari desain sampulnya
yang berwarna merah muda dengan siluet Udin and geng pasti akan membuat pembaca
memutuskan bahwa buku ini mirip Laskar Pelangi. Kita memang tidak boleh menilai
buku dari covernya, karena penilaian tersebut salah untuk buku ini. Buku ini
tidak mirip Laskar Pelangi, tapi lebih mirip Detektif Conan. Udin sebagai Conan
Edogawa, Ai Haibara diperankan Suri, Inong sebagai Ayumi Yoshida, lalu Jeki
sebagai Mitsuhiko Tsuburaya , dan Ucup yang doyan makan adalah Genta Kojima. Udin
memang bukan detektif, tapi keberhasilannya menyelesaikan kasus-kasus berbau
psikologi serta beberapa petualangan memang benar-benar mengingatkan pembaca
pada Detektif Conan.
Isi cerita terbagi ke
dalam 10 bab. Semua bab saling berkaitan satu dengan yang lain tanpa ada
perubahan setting waktu. Ini keunggulan dari buku ini yang membat pembaca
merasa santai dan menikmati plot cerita. Tiap bab memiliki klimaks dan anti
klimaks sendiri, tidak ada bagian bab yang selesai dengan menggantung. Klimaks keseluruhan
isi buku ada di bab “Truth or Dare” saat Udin
akhirnya mengungkapkan isi hatinya ke Suri dalam permainan itu. Bahkan pengalaman
terindah Suri sebelum dia pergi selamanya yang mengharu biru juga dijelaskan di
bab itu.
The Fabulous Udin
merupakan bacaan ringan yang menghibur. Bukan novel yang sarat dengan pesan
moral dan pelajaran untuk masa depan, melainkan penyegar pikiran pembaca yang
mengajak untuk mengenang masa puber. Petualangan-petualangan para tokoh selalu
melibatkan bumbu cinta khas “teenagers” yang pasti membuat pembaca “mesam-mesem”
sendiri.
Ada beberapa
kejanggalan dalam cerita The Fabulous Udin. Untuk ukuran sebuah Desa di
Pelabuhan Ratu, bahasa mereka lebih mirip remaja Jakarta. Penggunaan kata “loe”,
“gue”, dan sama sekali tidak pernah memperlihatkan dialog berbahasa sunda khas
orang Sukabumi. Penulis seakan memaksakan diri dengan setting cerita di desa. Pembicaraan
para tokohpun (kecuali Suri) terasa sangat cerdas dan dewasa. Dan yang lebih
aneh lagi, diceritakan disitu bahwa Udin mempunyai akun twitter tanpa ada
satupun bagian cerita yang menguatkan. Si tokoh utama, Udin merupakan manusia
super jenius. Bahkan pembaca mungkin akan berpikiran bahwa Udin sebenarnya
bukan anak SMP di sebuah desa melainkan sosok manusia dewasa cerdas yang
dikutuk jadi kecil dan dibuang di desa. Pemikiran, gaya bahasa, sikap, sama
sekali tidak seperti anak-anak.
Kemampuan penulis
menyajikan quotes yang sesuai dengan alur cerita dan dialog sangat menarik. Pesan
yang ingin penulis sampaikan kepada pembaca tersaji dalam kalimat sederhana
tapi memiliki makna mendalam. Ini adalah beberapa quotes tersebut:
“kadang,
suara lirih dari kepolosan sederhana lebih mampu menguatkan ketimbang suara
lantang motivator yg berapi-api”.
“cinta
tak pernah menuntut, selalu memberi. Cinta selalu menderita, tanpa pernah
meratap dan mendendam”.
“Merasa
dianggap "tidak ada" itu kegelapan, kepercayaan adalah cara membuat
jiwa jadi merasa "ada"”.
Bagi Udin, urusan cinta
seribu kali lebih rumit daripada urusan perut. Menyelamatkan nyawa orang lebih
mudah dilakukan ketimbang menyatakan cinta. Dan, mengatasi masalah segenting
apapun lebih mudah dikendalikan ketimbang mengendalikan perasaannya sendiri. Tapi
pada akhirnya, cinta sejati, sejatinya tidak mengenal dusta. Saat dia tidak
memberimu apa-apa, kamu merasa telah menerima segalanya. Saat dia tidak
melakukan apa-apa, hatimu menjerit dan menangis histeris untuknya.
Secara keseluruhan,
buku ini patut direkomendasikan sebagai teman saat santai. Bacaan menghibur
yang akan membawa kita ke indahnya masa puber, merasakan petualangan bersama
sahabat, dan merasakan cinta monyet.