Review Kyai Joksin, Kyai Tanpa Pesantren

December 06, 2012

Penulis: Imam Sibawaih El-Hasany
Tebal/ Ukuran : 258 halaman/ 13 x 19 cm
Jenis Cetak : Soft Cover plus Spot UV/BookPaper 57,5 gram

 
Sinopsis

Novel ini bercerita tentang perjalanan sipritual seorang kyai muda dalam melakukan pencarian jatidirinya. 

Banyak hal luar biasa yang dialaminya selama proses pencarian tersebut. Pengalaman yang diperoleh dalam proses pencarian tersebut telah mendorongnya untuk merumuskan metode dakwah baru yang lebih tepat sasaran. Termasuk di dalamnya kritik sang kyai muda, bukan saja terhadap cara-cara berdakwah dan ibadah kelompok umat Islam yang terlalu mengutamakan syariat, tetapi juga kritik terhadap kesalahkaprahan tata cara ibadah para penganut tarikat. 

Dengan cara dan penampilan yang tidak seperti kyai kebanyakan, bahkan cenderung "nyentrik", kyai Joksin pun berdakwah dengan metode yang dianggapnya lebih tepat sasaran. Seperti bisa diduga, tajdid yang digagas dan diterapkan Kyai Joksin banyak menuai kritik dan kecaman, terutama dari kalangan tokoh-tokoh agama yang "terlanjur" memiliki kedudukan penting di masyarakat. Bahkan ada kelompok ormas yang berencana untuk membunuhnya .... 

Review:

Saya mendapatkan novel ini dari penerbit lentera hati sepaket dengan 5 buku lain dan 1 kitab sebagai hadiah atas lomba Resensi buku yang saya menangkan. Saya pernah dengar istilah “kyai tanpa pesantren” bahkan pernah dengar istilah “kyai joksin” tapi lupa dimana, mungkin dalam mimpi.
Awalnya saya kira ini novel akan saya selesaikan dalam beberapa minggu karena terasa berat. Ternyata saya baca, ngalir begitu saja dengan derasnya.
Meskipun tokoh utamanya laki-laki tapi kadang saya merasakan pernah mengalami seperti si tokoh. Banyak kemiripan. Dan ketika saya sampaikan ini ke penulisnya lewat akun twitternya, ya wajar saja karena setiap orang pasti pernah menjalani pengalaman spiritual. "Saya sebut tutur spiritual, karena sesungguhnya itu merupakan hasil belajar dari pengalaman menjalani dan mengalami perjalanan hidup sepanjang waktu yang saya tempuh itu. Dari situ saya mendapatkan hikmah-hikmah kehidupan, yang kemudian ada beberapa yang tersinergikan dalam buku-buku dan kitab-kitab klasik. Lalu saya pikir, daripada saya hanya mensyarah semacam al-hikam saja, gimana kalau kemudian diperluas menjadi tutur, sehingga orang bisa membacanya dengan lebih enak dan lebih paham".
Yang membuat saya semakin suka, karena ada setting novel ini di kota Yogyakarta. 
Intinya sih, kecerdasan spiritual disampaikan di novel ini.  




Post Comment
Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung.
Komentar berisi LINK HIDUP akan DIHAPUS.

^^ @Innnayah

Auto Post Signature

Auto Post  Signature